RUU Omnibus Law Cacat Prosedur Sampai Sarat Kriminalisasi, Mengapa?

- 1 Desember 2022, 15:32 WIB
Aliansi aksi sejuta buruh menggelar long march Bandung ke Jakarta untuk menuntut pemerintah mencabut UU Omnibus Lawa Cipta Kerja.
Aliansi aksi sejuta buruh menggelar long march Bandung ke Jakarta untuk menuntut pemerintah mencabut UU Omnibus Lawa Cipta Kerja. /PRFMNEWS.ID
 
 
BERITA KBB - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beserta anggota sejumlah organisasi di sektor kesehatan menggelar demo di gedung DPR, Senin 28 November 2022. Mereka menolak RUU Kesehatan yang tercakup dalam Omnibus Law.
 
Mereka yang turut berpartisipasi dalam demo tersebut di antaranya berasal dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
 
"Kami menyampaikan penolakan terkait RUU Kesehatan (Omnibus Law) yang ditetapkan masuk dalam daftar program," ujar Ketua IDI Adib Khumaidi dalam siaran tertulis, Senin 28 November 2022.
 
 
Adib memaparkan penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan lantaran merugikan masyarakat.
 
IDI mengungkapkan ada 12 alasan mengapa menolak RUU Omnibus Law yang terkait bidang kesehatan.
 
Pertama, mereka menilai penyusunan RUU Omnibus Law kesehatan cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil, dan organisasi profesi.
 
"Kedua, sentralisme kewenangan menteri kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke kementerian kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, organisasi profesi mencederai semangat reformasi," imbuh IDI.
 
Tak hanya itu, aturan terkait pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan sejalan dengan masifnya investasi.
 
"Lalu, RUU ini sarat kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dengan dimasukkan pidana penjara dan denda yang dinaikkan hingga tiga kali lipat," ujarnya. 
 
Alasan lain mereka melakukan demo, karena RUU Omnibus Law Kesehatan dinilai mengancam keselamatan serta hak rakyat atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang tinggi.
 
"Mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu dan manusiawi," tegas IDI.
 
Hal itu tak lepas dari aturan dalam RUU tersebut yang dinilai bisa mempermudah langkah mendatangkan tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi keahlian dan kualifikasi yang jelas.
 
 
"RUU Omnibus Law Kesehatan berpihak kepada investor dengan mengabaikan hak - hak masyarakat, hak - hak tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien," ujarnya.
 
Pada poin selanjutnya, RUU Omnibus Law Kesehatan dinilai mengancam ketahanan bangsa serta mengkebiri peran organisasi profesi yang telah hadir untuk rakyat.
 
RUU ini juga dianggap sebagai merupakan pelemahan peran dan independensi Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dengan berada dan bertanggungjawab kepada menteri (bukan kepada Presiden lagi).
 
"Kekurangan tenaga kesehatan, dan permasalahan maldistribusi adalah kegagalan pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi," ujar IDI.***

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x