Tauhid Ahmad: Alasan Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja Terkait Dampak Perang Rusia-Ukraina Tak Tepat

- 6 Januari 2023, 09:40 WIB
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad. /
 
 
BERITA KBB - Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad menilai alasan yang digunakan Presiden Joko Widodo dan jajarannya dalam menerbitkan Perppu Cipta Kerja, khususnya terkait dampak perang Rusia-Ukraina tidak tepat.
 
Tauhid mengatakan, berdasarkan penilaian lembaga - lembaga internasional, perekonomian Indonesia tidak menanggung dampak besar dari perang Rusia dan Ukraina. Buktinya, perekonomian Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.
 
"Pertumbuhan ekonomi kita masih bisa tumbuh di tahun ini sekitar 4,8 persen. Artinya masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain apalagi Eropa, dan dibandingkan beberapa negara di Asia kita juga masih lebih baik. Jadi membawa dampak global ke kita itu menjadi tidak relevan kalau misalnya dikaitkan dengan ekonomi kita tahun depan," ujar Tauhid, Rabu 4 Januari 2023.
 
 
Jokowi dan jajarannya juga menyatakan Perppu diterbitkan karena alasan yang mendesak, demi mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi global pada Indonesia.
 
Menurut Tauhid, alasan yang dipakai itu bukanlah hal yang mendesak. INDEF sendiri memprediksi ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh positif, namun mungkin akan melambat di 2023. Tauhid mengatakan, kondisi itu tidak membutuhkan Perppu Cipta Kerja.
 
"Kecuali ekonomi kita tumbuhnya negatif. Ini kan masih positif, hanya melambat. Kalau melambat gak perlu namanya dikeluarkan Perppu Cipta Kerja ini," tutur dia.
 
Tauhid mengatakan, Perppu Cipta Kerja juga bukan solusi apabila perekonomian Indonesia terdampak ketidakpastian global.
 
Dia mengatakan, APBN yang seharusnya menjadi solusi untuk menahan dampak besar pada ekonomi. Dia mengatakan, APBN berperan besar dalam pemulihan ekonomi Indonesia, terutama pada 2020 lalu saat Indonesia mengalami resesi ekonomi.
 
 
"Kan pengalaman resesi di 2020, ekonomi kita negatif, ya APBN-nya yang diperkuat dengan Perppu nomor 1 tahun 2020. Intinya bukan Cipta Kerja, tapi menambah kapasitas fiskal kita meski kita harus memperlebar defisit dari biasa 2,5-3 persen, menjadi 5-6 persen. Kalau kita kena krisis atau resesi ya solusinya itu, bukan Perppu Cipta Kerja.
 
Oleh sebab itu, dia mengatakan alasan perang Rusia-Ukraina maupun persoalan global lainnya tidak menunjukkan korelasi dengan penerbitan Perppu Cipta Kerja.
 
"Dengan demikian, lain masalah, lain solusi, belum nyambunglah," ujar Tauhid.
 
Tauhid juga mengkritik sejumlah pasal yang ada di dalam Perppu Cipta Kerja. Misalnya, pasal 64 terkait tenaga alih daya atau outsourcing. Pada ayat (1) pasal tersebut, disebutkan bahwa perusahaan dapat menggunakan outsourcing untuk sejumlah. 
 
Dia juga mengkritik pasal terkait ketentuan hari kerja maksimal 6 hari yang tertuang dalam pasal 77.
 
"Memang banyak terkait misalnya soal alih daya. Saya kira itu perlu dirumuskan kembali. Kemudian penetapan waktu kerja maksimal 6 hari, masalah upah. Nah ini karena masih mungkin dirasakan belum fair dan sebagainya, jadi ke arah substansi yang memang sebenarnya tidak menjadi bagian dari materi yang diajukan pada saat hasil keputusan MK," ujar Tauhid.***

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x