Pemerintah Tolak Legalkan Pernikahan Beda Agama, Hukum Masing-masing Agama Berbeda

4 Juli 2022, 17:37 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil menegaskan pemerintah tolak legalkan pernikahan beda agama./foto:antaranews.com /

BERITA KBB - Pemerintah menegaskan tolak legalkan pernikahan beda agama.

Sikap pemerintah yang tolak legalkan pernikahan beda agama diwakili Menkumham Yasinna Laoly dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Hal itu disampaikan dalam sidang judicial review UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan warga Papua, Ramos Petege.

"Menolak permohonan pengujian pemohon untuk seluruhnya. Setidak‐tidaknya menyatakan permohonan pengujian pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)," demikian keterangan pemerintah yang dikutip dari website MK, Senin 4 Juli 2022.

Pernyataan resmi pemerintah itu disampaikan oleh kuasa dari Kemenag, Kamaruddin Amin.

"Makna hukum atau legal meaning ketentuan Pasal 29 UUD 1945 sebagai batu uji Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan oleh Pemohon telah ditafsirkan secara keliru. Bahwa prinsip kemerdekaan dan kebebasan agama disamakan sebagai prinsip yang membolehkan perkawinan beda agama," kata Kamaruddin Amin.

Menurut pemerintah, hukum perkawinan masing‐masing agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia berbeda‐beda.

Karena itu, tidak mungkin untuk disamakan.

Suatu hukum perkawinan menurut satu hukum agama dan kepercayaan untuk menentukan sahnya perkawinan adalah syarat‐syarat yang ditentukan oleh agama dari masing‐masing pasangan calon mempelai.

"Perkawinan dilakukan pencatatan sebagai tindakan yang bersifat administratif dilaksanakan negara guna memberikan jaminan perlindungan, kemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia bersangkutan yang merupakan tanggung jawab negara, serta sebagai bukti autentik perkawinan," kata pemerintah.

Pemerintah menegaskan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan justru telah memberikan kepastian hukum bagi setiap orang yang akan melaksanakan perkawinan sesuai dengan hukum perkawinan agama dan kepercayaan yang dianut tidak dengan cara melaksanakan perkawinan beda agama.

"Bahwa justru kehendak Pemohon untuk melaksanakan perkawinan beda agama, bahkan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum agama dan kepercayaan yang dianut, tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, dan ketentuan peraturan perundang‐undangan lainnya," kata pemerintah.

Pemerintah menegaskan, perkawinan beda agama dan kepercayaan tidak diperbolehkan atas dasar hak asasi manusia dan kebebasan.

Pasalnya, dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap warga negara wajib tunduk terhadap pembatasan yang ditetapkan dengan undang‐undang.

Hal ini dimaksudkan semata‐mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.

Termasuk untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai‐nilai agama, keamanan, ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Sebagaimana diketahui, Petege mengaku gagal menikahi kekasihnya yang muslim karena terhambat UU Perkawinan.

"Pemohon adalah warga negara perseorangan yang memeluk agama Katolik hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita beragama Islam. Akan tetapi, setelah menjalin hubungan 3 tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan berbeda," demikian bunyi permohonan Ramos Petage.***

Editor: Syamsul Maarif

Tags

Terkini

Terpopuler