Risiko Munculkan Penyakit Tidak Menular, Berikut Dampak dari Obesitas Menurut Ahli Gizi

- 6 Maret 2023, 23:59 WIB
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh dr. Marya Haryono yang merupakan ahli gizi di Indonesia terhadap risiko yang disebabkan oleh tingginya kasus obesitas turut dapat berdampak pada terjadinya penularan penyakit tidak menular.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh dr. Marya Haryono yang merupakan ahli gizi di Indonesia terhadap risiko yang disebabkan oleh tingginya kasus obesitas turut dapat berdampak pada terjadinya penularan penyakit tidak menular. /Pixabaya/Bru-No

Berita KBB – Berdasarkan riset yang dilakukan oleh dr. Marya Haryono yang merupakan ahli gizi di Indonesia terhadap risiko yang disebabkan oleh tingginya kasus obesitas turut dapat berdampak pada terjadinya penularan penyakit tidak menular.

Hal tersebut ia jelaskan dalam acara Hari Obesitas Sedunia pada Rabu lalu, 1 Maret 2023. Marya menjelaskan bahwa penderita obesitas memiliki peluang yang dapat menyebabkan dirinya mengalami sindrom metabolic, hal tersebut dapat memicu munculnya risiko akan penyakit tidak menular.

"Seseorang didiagnosis mengalami sindrom metabolik bila memiliki tiga atau lebih kondisi seperti kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, gula darah (glukosa) tinggi, rendahnya kadar kolesterol HDL (baik) dalam darah, tingginya kadar trigliserida dalam darah, dan tekanan darah tinggi," katanya.

Marya juga turut menjelaskan tentang cara mendeteksi penyakit obesitas yang dialami oleh seorang melalui pengenalan terhadap bentuk lingkar perut. Langkah tersebut merupakan suatu metode untuk mengetahui penyakit obesitas dengan sindrom metabolic berdasarkan lingkar perut. Kategori lingkar perut laki-laki dapat diketahui obesitas jika di atas 90 cm, sedangkan perempuan di atas 80 cm.

Baca Juga: Menurunnya Produktivitas Pada Anak, Menyebabkan Tingginya Kasus Obesitas di Indonesia

Harus dipahami pengukuran lingkar perut itu dilakukan dengan menggunakan tangan masing-masing mulai dari pusar ke punggung badan.

Kemudian, sindrom metabolik juga bisa dideteksi dari tekanan darah seseorang yakni sistol dengan angka di atas 130 mmHg dan diastol yang lebih dari 85 mmHg.

Diketahui, sistol merupakan tekanan darah yang beredar saat jantung memompa darah menuju pembuluh nadi, sedangkan diastol merupakan tekanan darah yang beredar saat jantung menyedot darah kembali dari pembuluh nadi.

Marya membeberkan bahwa inti ketidaknyamanan yang dirasakan penderita obesitas adalah saat di tubuhnya terdapat tumpukan lemak akibat asupan gizi yang tidak seimbang.

Baca Juga: Prediksi Skor Chelsea vs Borussia Dortmund di UCL: H2H, Starting Line Up, Peluang Menang

"Dampak jangka pendek, anak obesitas jadi kurang aktif, sering mengantuk, dan tidurnya mengorok," ujarnya menjelaskan.

"Untuk jangka panjangnya, berpotensi timbul penyakit yang kaitannya tidak menular, misalnya risiko kena stroke, serangan jantung, kencing manis atau diabetes," ujar dia lagi.

Selain itu, obesitas ternyata tidak hanya menimpa orang dengan kelebihan berat badan, melainkan juga terjadi pada orang kurus.

Ditegaskan dr Marya, pemantauan tingkat obesitas dapat dilakukan dengan mengukur Indeks Massa Tubuh yang melibatkan berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter (m2). Atas sebab itu, dr Marya mengimbau masyarakat menerapkan konsumsi makanan sesuai anjuran dari Kementerian Kesehatan yakni sayur dalam jumlah dua kali lipat dari sumber karbohidrat dan protein.

"Jangan lupa untuk memilih makanan dan minuman yang tinggi protein karena bisa menjadi sumber energi," ujarnya.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah