“Menurut gue konten-kontennya ini ringan, yang crunchy. Kalau makanan itu bukan yang bergizi. Gue ibaratkan ciki-cikian atau es krim,” ucapnya.
Karenanya, konten seperti itu, katanya, membuat penonton tidak perlu berpikir keras dan lebih menikmatinya. Bahkan, bisa membuat orang melupakan kepelikan hidup.
Pasalnya, jiak dikulik, konten Atta Halilintar berisi tentang kehidupan sehari-hari dan segala hal yang berkaitan dengan pribadinya.
Oleh karena itu, menurut Arief, apa yang dipamerkan oleh Atta di kanal YouTubenya kemungkinan bukanlah hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sebagian besar subscriber-nya, yang berjumlah 27 juta itu.
“Dengan bahasa yang paling gampang, sebenernya apa yang dijual oleh Atta kebanyakan adalah mimpi. Sesuatu yang tidak real. Seuatu yang merupakan imajinasi dari kebanyakan orang. Yang kemudian tida bisa meraih imajinasi itu,” tuturnya.
Bahkan, yang paling mengerikan, lanjutnya, fenomena ini diibaratkan seperti narkotik, dimana membuat pemakainya ketagihan.
Oleh karena itu, Atta, menurutnya, dihidupi oleh para subscriber atau viewers-nya yang rela membuan-buang paket data dan pulsa, yang dibeli dari penghasilan mereka yang jauh di bawah Atta.
Kendati demikian, Arief berpandangan bahwa subscriber Atta Halilintar yang setia menonton konten-kontennya juga secara tidak langsung mendapatkan ‘manfaat’.