Indonesia Jadi Negara Sextortion Paling Tinggi di ASIA, Apa itu Sextortion?

10 Februari 2023, 17:05 WIB
Indonesia Jadi Negara Sextortion Paling Tinggi di ASIA, Apa itu Sextortion? /Instagram/@dukcapilmalangkota

Berita KBB – Transparency International di tahun 2021 mengunggah sebuah survei Global Corruption Barometer atau survei opini publik tentang pengalaman orang-orang dari seluruh dunia tentang pandangan dan pengalaman mereka menghadapi korupsi.

Koalisi masyarakat sipil global tersebut merilis hasil temuan yang menyatakan bahwa 74% warga negara Asia percaya bahwa korupsi pemerintah adalah masalah besar di negara mereka.

Dalam hal pengalaman warga negara Asia ini berupa penyuapan, penggunaan koneksi pribadi, pemerasan seksual, dan pembelian suara.

Baca Juga: Antisipasi Bahaya Pemerasan Seksual di Internet

Lembaga tersebut juga menemukan fakta hampir satu dari lima orang atau sekitar 836 juta warga di 17 negara membayar suap untuk mengakses layanan publik, layanan kesehatan, dan pendidikan.

Laporan itu memuat persentase penggunaan layanan publik dalam 12 bulan terakhir. Indonesia tepat berada di posisi ketiga terbesar dengan persentase 30%, menyusul Cambodia 37%, dan India 39%.

Apakah angka dan persentase tersebut menjadi fakta yang penting? Jawabannya, ya. Dari data tersebut, Global Corruption Barometer menyorot data sextortion atau pemerasan seksual di Asia, yakni penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan seksual menggunakan koneksi pribadi dalam mengakses layanan publik seperti layanan kesehatan atau pendidikan.

Melalui persentase tersebut, diketahui bahwa warga negara Indonesia mengalami tingkat pemerasan seksual tertinggi ketika mengakses layanan pemerintah atau mengenal seseorang yang memilikinya sebesar 18%, disusul Sri Lanka 17%, dan Thailand 15%.

Ini menggambarkan penyalahgunaan kekuasaan—bentuk korupsi—yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, polisi, eksekutif bisnis, hakim, LSM, pimpinan tentara, atau tokoh agama dan masyarakat.

Ketika orang yang dipercayakan dengan kekuasaan tersebut justru memeras bantuan seksual pelapor sebagai imbalan atas sesuatu yang berada dalam wewenang mereka.

Baca Juga: Wargi Bandung Yuk Belanja ke Dekranasda di MPP Jalan Cianjur

Melalui data Komnas Perempuan, tercatat ada 57 aduan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) yang dilakukan oleh anggota TNI, dan ada sebanyak 72 aduan KBG yang dilakukan oleh anggota POLRI.

Berdasarkan Catatan Tahunan 2022 yang merangkap rangkaian catatan pelaporan kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2021, Komnas Perempuan juga menyebut tahun 2021 adalah tahun dengan jumlah kasus KBG tertinggi, yakni meningkat 50% dibanding tahun 2020, sebanyak ‪338.496‬ kasus.

Beberapa jenis KBG terhadap perempuan antara lain, KBGS (Kekerasan Berbasis Gender Siber Siber) terhadap perempuan dengan disabilitas, kekerasan dengan pelaku anggota TNI dan POLRI, serta kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Jika sudah demikian, apa yang perlu dilakukan sebagai upaya sekaligus penindakan terhadap pemerasan seksual?

Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah, menghubungi Komnas Perempuan, menghubungi Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang diluncurkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), menghubungi Komnas HAM, atau melalui akun media sosial Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).***

Editor: Miradin Syahbana Rizky

Tags

Terkini

Terpopuler