Bila Hasil Autopsi Ulang Brigadir J Berbeda, Bisa Menggugurkan Tuduhan adanya Pelecehan Seksual

- 27 Juli 2022, 17:29 WIB
Proses pengangkatan jenazah Brigadir J
Proses pengangkatan jenazah Brigadir J /Facebook/@Kamaruddin Hendra Simajuntak

 

 
 
BERITA KBB - Proses ekshumasi atau pembongkaran makam dan otopsi ulang jenazah Brigjen J berlangsung pada hari ini, Rabu 27 Juli 2022. 
 
Tujuh ahli patologi forensik dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) terlibat dalam otopsi baru tersebut.
 
Salah satunya adalah dokter forensik yang bekerja di RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat. Penggalian dan otopsi ulang ini dilakukan di Jambi atas permintaan keluarga Brigjen J. 
 
 
Mereka menolak hasil otopsi pertama yang dilakukan di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur pada 8 Juli 2022.
 
Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia (UI) Herkutanto mengatakan, autopsi ulang yang berjarak 20 hari dari autopsi pertama tetap bisa memberikan petunjuk baru mengenai penyebab tewasnya Brigadir J. Asal, Herkutanto menegaskan bahwa jenazah telah diawetkan dengan menggunakan formalin.
 
"Ini adalah keuntungan besar bila jenazah sudah diberikan formalin. Adanya pemberian formalin tadi akan mempreservasi jaringan (di jenazah) sehingga luka - lukanya masih bisa terdeteksi," ujar Herkutanto kepada media, Selasa 26 Juli 2022 di Jakarta.
 
 
Ia menambahkan, proses autopsi ulang bakal menggunakan mekanisme yang sama seperti autopsi pertama. 
 
"Hanya dokter forensik akan meneliti kembali apa saja yang sudah dilakukan pada proses autopsi pertama. Dokter forensik tinggal melanjutkan dan menambahkan sesuatu (informasi)," ujarnya.
 
Herkutanto menjelaskan, autopsi merupakan bagian dari pencarian bukti dengan menggunakan opini dari dokter forensik. 
 
 
Bila nantinya hasil autopsi ulang yang dilakukan di RSUD Muaro Jambi berbeda, maka hal tersebut signifikan untuk menentukan arah penyidikan yang berbeda. Begitu juga kesimpulan mengenai penyebab kematian Brigadir J turut berbeda.
 
"Mungkin tersangka juga bisa berbeda. Itu konsekuensinya," ungkap Herkutanto.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh eks Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji. Ia menyebut, hasil autopsi yang berbeda di Jambi secara otomatis akan mengarahkan penyidikan ke arah yang berbeda pula.
 
"Selama ini kan berdasarkan keterangan polisi, Brigadir J itu meninggal karena aksi tembak-menembak seperti koboi. Bila hasil autopsi ulang nanti mengatakan ada luka lain selain luka tembak, berarti ini kan ada apa. Nah, ada apanya, apakah luka lain selain luka tembak itu yang menjadi penyebab dia mati, maka orang itu mati dulu baru ditembak. Begitu kan logikanya?" ujar Susno di Jakarta pada Selasa kemarin.
 
"Jadi, hasil autopsi ulang ini akan dapat mengubah banyak hal. Jalan cerita penyidikan akan berubah arahnya. Tersangkanya akan berubah, kasusnya juga akan berubah," ujarnya.
 
Apalagi selama ini, ujarnya lagi, Bharada E disebut membela diri sehingga ia menembak Brigadir J hingga tewas. Namun, Susno tak ingin mendahului penyidikan yang dilakukan oleh dokter forensik di Jambi.
 
Ia pun menilai langkah yang dilakukan oleh tim khusus bentukan Kapolri dengan melakukan ekshumasi sudah tepat.
Lantaran, bila proses penggalian makam dan autopsi ditunda lagi maka bakal sulit mencari petunjuk dari jenazah Brigadir J.
Sebab, seiring dengan berlalunya waktu jenazah akan mengalami pembusukan.
 
Lebih lanjut, Susno mengatakan, bila hasil autopsi ulang di Jambi terbukti berbeda dengan autopsi pertama di RS Polri, Kramat Jati, maka secara otomatis informasi awal yang menyebut ada aksi baku tembak akan menjadi tanda tanya besar.
 
"Termasuk tuduhan adanya pelecehan seksual akan berubah juga. Jadi, banyak sekali yang akan berubah. Termasuk bisa jadi tersangkanya bertambah," ujar mantan jenderal bintang tiga di kepolisian itu.
 
Sementara, Herkutanto menerangkan, dokter forensik akan meneliti dengan seksama semua luka yang ditemukan di jenazah Brigadir J.
 
Bila ada luka lain selain luka tembak, maka dokter forensik dapat menentukan perkiraan waktu, mana yang lebih dulu terjadi.
 
"Apakah luka akibat penganiayaan lebih dulu yang muncul atau luka tembak lebih dulu, dan itu bisa dideteksi mana yang lebih dulu terjadi," ujar Herkutanto.
 
Lebih lanjut, ia menjelaskan, ada dua hal yang harus diperhatikan ketika dilakukan autopsi ulang. Pertama kualitas dan kedua kredibilitas.
 
"Penggalian makam atau kubur itu pertama, apabila jenazah tadinya belum diautopsi atau diautopsinya tidak lengkap. Kedua, apabila dirasakan ada kekurangan dari autopsi itu tadi sehingga ada hasil - hasil yang kontroversial," ujarnya.
 
Sementara, bila autopsi ulang karena faktor kredibilitas maka hal tersebut menyangkut imparsialitas.
 
"Di dalam hal imparsialitas, maka harus diperhatikan soal keberjarakan atau detachment. Ada dua detachment, yakni fungsional dan hierarkal,” ujarnya.
 
Detachment fungsional, bila dokter forensik yang bertugas berasal dari instansi penyidikan. Sementara, pengambil keputusan adalah instansi penyidikan.
 
Sementara detachment hierarki, menunjukkan adanya potensi sesuai dugaan publik, adanya intervensi dari atasan ke bawahan.
 
Sementara, saat dilakukan proses pembongkaran jenazah pada Rabu pagi, Ibu Brigadir J, Rosti Simanjuntak menangis histeris. Rosti bahkan kerap menyebut nama istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
 
Ia pun ditenangkan oleh anak bungsunya, Mahareza Hutabarat, yang juga bertugas sebagai personel kepolisian. Rosti pun sambil menangis tersedu - sedu mengatakan jenazah Brigadir J harum.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah