Mahfud MD Sebut Tingkat Kepercayaan Publik ke Polri Nyaris Rontok, Kini Ia Dorong Polri Bersikap Lebih Terbuka

- 24 September 2022, 21:26 WIB
Menyoal Pengesahan RUU PDP Terkait Hacker Bjorka, Mahfud MD: Sudah Dua Tahun Dibahas
Menyoal Pengesahan RUU PDP Terkait Hacker Bjorka, Mahfud MD: Sudah Dua Tahun Dibahas /

 

 
BERITA KBB - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan bahwa reformasi di tubuh Polri berjalan stagnan dan malah terkesan mundur. 
 
Padahal, publik berharap Polri semakin humanis dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
 
Namun, kenyataannya berdasarkan data dari Komnas HAM, pada periode 2020 hingga 2021, tercatat ada 71 tindak kekerasan dan 39 tindak penyiksaan yang dilakukan instansi Bhayangkara. 
 
Di sisi lain, Polri telah memiliki aturan untuk mencegah tindak kekerasan tetapi tidak dipatuhi oleh para personelnya.
 
 
"Jadi, personel Polri harus disiplin. Namun, yang paling semua dari semua itu adalah moralitas, sikap tamak, hedonis, sewenang - wenang, itu kan masuk ke dalam sikap moralitas kita. Bagaimana menjadi polisi yang humble," ungkap Mahfud ketika berbicara pada FGD dengan tema "Akselerasi Reformasi Kultural Guna Mewujudkan Polri Presisi" seperti dikutip dari YouTube Polri TV, pada hari Kamis 22 September 2022.
 
Publik kerap mendambakan personel Polri saat ini bisa meneladani sikap mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. 
 
Mahfud MD tak menyalahkan aspirasi publik yang menginginkan semua personel Polri bersikap seperti Hoegeng.
 
"Tapi, mari kita tanyakan ke diri kita masing - masing. Di periode ini kita mau berbuat apa, supaya Polri itu bermanfaat kehadirannya bagi bangsa dan negara," tutur dia.
 
 
Di sisi lain, Mahfud MD yang juga bertindak sebagai Ketua Kompolnas turut mengusulkan agar kewenangan Kompolnas lebih besar lagi ketika mengawasi Polri. 
 
Apa usulan konkret yang disampaikan oleh Mahfud MD?
 
Ketika memberikan pidato kunci, Mahfud MD mengakui kegiatan focus group discussion (FGD) digelar sejak Selasa kemarin sebagai respons Kompolnas terkait kasus pembunuhan di Duren Tiga. 
 
Akibat satu peristiwa pembunuhan pada 8 Juli 2022, tingkat kepercayaan publik ke instansi Polri rontok.
 
"FGD ini bukan rutinitas atau harus ada proyek kegiatan untuk memenuhi ekspektasi masyarakat. Harus diakui FGD ini diadakan karena dipicu kasus Duren Tiga yang telah menggoncangkan dan hampir merontokan Polri," ungkap Mahfud.
 
 
Padahal, sebelum terjadi kasus pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, tingkat persepsi publik terhadap Polri masih baik. Angkanya mencapai 72 persen.
 
"Kalau dilihat dari atas, (kinerja) Polri sudah bagus. Terutama di desa - desa dan pelosok Indonesia. Bayangkan kalau personel Polrinya lebih banyak yang jelek. Dengan baiknya kinerja Polri ini turut mendongkrak tingkat kepercayaan kepada pemerintah. Hal itu diambil dari hasil survei," ujarnya. 
 
Di forum tersebut, Mahfud MD turut menyampaikan apresiasi kepada Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. 
 
Sebab, ia akhirnya berhasil membalik skenario Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J, dari semula diyakini baku tembak yang dipicu dugaan tindak pelecehan seksual, berubah menjadi tindak pembunuhan.
 
"Akhirnya, peristiwa itu berhasil dibuktikan itu adalah pembunuhan dan pembunuhan berencana. Per hari ini, saya mencatat tersangkanya ada lima (orang), itu untuk pelaku dan perencana. Sedangkan, kasus obstruction of justice ada tujuh orang tersangka. Yang sisa - sisanya nanti disisir lagi lah," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
 
Mahfud pun menyadari saat ini muncul kekhawatiran dari publik bahwa dalam prosesnnya, Ferdy Sambo malah lolos dari hukuman maksimal. 
 
Maka, Mahfud MD pun mengajak publik untuk bersama - sama mengawal kasus yang melibatkan Ferdy Sambo.
 
"Kecurigaan itu wajar selalu muncul. Tapi, saya optimistis kalau trendnya seperti ini, tidak akan bisa (lolos). Saya juga sudah berkoordinasi dengan kejaksaan (terkait kasus Sambo)," ujarnya.
 
Mahfud turut menyampaikan penghargaan kepada Sigit, bukan cuma karena tegas terhadap personel Polri yang terlibat kasus Ferdy Sambo, melainkan juga karena ia berani mengancam polisi yang diduga terlibat dalam tindak kejahatan yang jadi sorotan publik. Salah satunya, terkait peredaran narkotika.
 
"Ya, kita buka sajalah. Isunya kan bandar narkotika kalau sudah ditangkap BNN (Badan Narkotika Nasional), lalu kasusnya diambil alih oleh Polri dan kasusnya hilang. Itu pernah kejadian, tapi dulu. Dari mana saya tahu? Dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan)," ujarnya.
 
Ia pun mewanti - wanti Polri agar kembali mematuhi instruksi Kapolri yang meminta agar tidak menumpang di dalam perkara narkotika. 
 
Lebih lanjut, di dalam FGD, Mahfud mengusulkan agar setiap usulan dari Kompolnas ke Polri bisa dimonitor perkembangannya dengan menggunakan sistem elektronik. 
 
"Misalnya, laporan Kompolnas tanggal 1 Agustus sekian, nanti 1 September bisa dikontrol apakah laporan itu hanya ngendon, sudah didisposisi atau langkah lain. Bukan sekedar menyampaikan lalu lupa dan tidak diberi tahu," ujar Mahfud.
 
Selama ini, Mahfud MD menjelaskan jika Kompolnas hanya bisa mencatat, memberi usulan dan disampaikan. 
 
Lebih dari itu, kata Mahfud, Kompolnas tak memiliki kewenangan untuk memantau apakah usulan mereka telah dijalankan oleh Polri.
 
"Ke depan mungkin kita akan revisi Perpres sedikit dengan kalimat yang lebih sederhana bahwa pengawasan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dalam segala elemennya perlu masuk. Dan kalau memang (Polri) ingin baik, ya tak perlu bersikap resisten," ujarnya.
 
Ia juga menyebut, usai kejadian pembunuhan di Duren Tiga seharusnya menyadarkan Polri bahwa membuka diri dan menerima input dari sejumlah pihak seperti Kompolnas, publik dan LSM, itu dibutuhkan.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah