Menko PMK Mengimbau Masyarakat Untuk Setop Sementara Pemberian Obat Sirop Anak - Anak!

- 23 Oktober 2022, 14:45 WIB
Menko PMK Mengimbau Masyarakat Untuk Setop Sementara Pemberian Obat Sirop Anak - Anak!
Menko PMK Mengimbau Masyarakat Untuk Setop Sementara Pemberian Obat Sirop Anak - Anak! /pixabay/
 
BERITA KBB - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan Indonesia (PMK), Muhadjir Effendy mengimbau warga untuk sementara waktu setop pemberian obat sirop bagi anak - anak.
 
Imbauan itu dirilis usai muncul kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Saat ini, penyakit itu menjadi momok baru di Indonesia. 
 
"Diduga, kasus gagal ginjal ini dipicu oleh obat sirop yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas normal," ujar Muhadjir melalui keterangan tertulis Kemenko PMK pada hari Sabtu 22 Oktober 2022. 
 
Menurut, ahli di bidang farmakologi, ambang batas normal yakni sebesar 0,1 persen. 
 
 
Untuk membantu masyarakat mencegah konsumsi obat sirop, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat serta Makanan (BPOM) sudah menetapkan obat sirop yang dilarang penggunaannya. Mayoritas didominasi obat batuk, flu, dan penurun demam yang lazim dikonsumsi secara bebas. 
 
"Obat sirop sebaiknya dikonsumsi bila sudah mendapatkan rujukan dokter. Terutama pada anak - anak usia 1-15 tahun. Mohon diwaspadai betul penggunaan obat sirop," kata dia. 
 
Kemenko PMK mengutip data yang dirilis oleh Kemenkes per 21 Oktober, di mana jumlah kasus GGAPA telah mencapai 241. Bahkan, intensitas kasus terlihat lebih tinggi dalam dua bulan terakhir. 
 
 
"Berdasarkan prosentase kasus, total pasien yang sembuh sebanyak 39 kasus. Pasien yang dalam masa pengobatan 69 kasus dan meninggal dunia 133 kasus," ujarnya.
 
Lalu, bagaimana pengawasan terhadap produk sirop serupa di desa - desa?
 
Sementara, menurut data yang diperoleh Kemenkes, mayoritas penyakit GGAPA, ditemukan pada anak dengan rentang usia 1-5 tahun. Jumlahnya mencapai 153 kasus. 
 
Kemudian, anak pada usia 6-10 tahun ada 37 kasus. Sementara, anak yang mengalami GGAPA di bawah usia 1 tahun mencapai 26 kasus. Lalu, anak berusia 11-18 tahun yang terkena GGAPA mencapai 25 kasus. 
 
Agar penyakit tersebut tidak meluas, maka Menko PMK meminta agar pelayanan kesehatan dari tingkat terkecil di desa atau kelurahan untuk proaktif. Mereka diminta turun dan melakukan penyisiran kasus. 
 
 
"Saya meminta agar pemerintah daerah hingga ke tingkat desa dan keluruhan di seluruh Indonesia bersama pelayan kesehatan di puskesmas, mendata riwayat kesehatan dan obat yang pernah dikonsumsi oleh anak - anak," tutur Muhadjir. 
 
Ia mewanti - wanti agar kasus GGAPA dicegah dan jangan diambil tindakan ketika penyakit sudah parah. 
 
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merilis 102 daftar obat yang dikonsumsi oleh pasien anak sebelum mereka mengalami gagal ginjal akut misterius.
 
"Kami melapor dan Pak Presiden minta dibuka saja biar tenang masyarakat. Kami lakukan transparansi. Jadi, nanti kita buka ini listnya," ujar Budi ketika memberikan keterangan pers secara daring dan dikutip dari YouTube pada Jumat, 21 Oktober 2022 lalu.
 
Budi menjelaskan 102 obat tersebut merupakan hasil investigasi tim yang mendatangi rumah pasien gagal ginjal akut misterius. Dari 241 pasien, tim Kemenkes mendatangi 156 rumah. 
 
Hasilnya, 102 obat sirop ditemukan dan diduga dikonsumsi oleh pasien sebelum mereka terkena penyakit tersebut.
 
"102 obat ini kami kerucutkan. Sementara, obat ini akan kami larang resepkan dan dilarang (konsumsi) saat ini," tutur dia lagi. 
 
Sementara, menurut pakar farmakologi dan farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati menilai pelarangan konsumsi obat sirop tidak dipukul rata. Menurutnya, penarikan obat sirop dari pasaran adalah kebijakan dilematis. 
 
Sebab, di satu sisi banyak anak yang belum mampu mengonsumsi obat dalam bentuk tablet dan kapsul. 
 
Di sisi lain, ada pula anak dengan penyakit kronis yang wajib minum obat sirop. Apalagi selama ini penggunaannya tak menimbulkan efek samping. 
 
"Misal anak dengan epilepsi harus minum obat rutin. Ketika obatnya dihentikan atau diubah bentuknya, bisa saja menjadikan kejangnya tidak terkontrol," ungkap Zullies seperti dikutip dari kantor berita ANTARA. 
 
"Memang, saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut sepertinya dianggap lebih besar dibandingkan penggunaan sirop. Sehingga, disarankan untuk dihentikan konsumsinya. Tapi, seharusnya ya jangan digebyah uyah (disamaratakan) semua," tutur dia lagi.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah