Perubahan Iklim Berdampak pada Produksi Pangan, Ini Buktinya!

- 23 Oktober 2022, 18:58 WIB
PENGUNJUNG mengamati pameran foto bertajuk "Krisis Iklim dari Meja Makanmu", di Selasar Sunaryo Art Space, Jalan Bukit Pakaf Timur, Kabupaten Bandung, Minggu, 23 Oktober 2022. Pameran tersebut merupakan rangkaian kegiatan tur sepeda Chasing The Shadow yang dilakukan sebagai bukti nyata krisis iklim
PENGUNJUNG mengamati pameran foto bertajuk "Krisis Iklim dari Meja Makanmu", di Selasar Sunaryo Art Space, Jalan Bukit Pakaf Timur, Kabupaten Bandung, Minggu, 23 Oktober 2022. Pameran tersebut merupakan rangkaian kegiatan tur sepeda Chasing The Shadow yang dilakukan sebagai bukti nyata krisis iklim /Ade Bayu Indra/Berita KBB/

Untuk itu, diperlukan aksi iklim yang nyata dan ambisius terutama pada sektor energi untuk mengurangi dampak krisis iklim. Berkaitan dengan hal ini, panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan perubahan iklim dari seluruh dunia (IPCC) menegaskan bahwa setidaknya dunia harus menutup 80% PLTU batubara pada 2030, dan meninggalkan batubara secara total di tahun 2040, jika tidak ingin terjebak dalam krisis iklim. 

Negara-negara di seluruh dunia harus segera meninggalkan energi fosil dan melakukan transisi energi untuk menekan laju perubahan iklim. Sayangnya, di saat tren global melakukan transisi energi secara masif, Indonesia masih tak bisa lepas dari ketergantungan terhadap batubara. Transisi energi yang dilakukan juga masih setengah hati dengan tetap membangun 13,8 GW PLTU batubara baru, yang sebagian besar akan dibangun di Pulau Jawa, termasuk Jawa Barat. 

Di sisi lain, keberadaan PLTU batubara juga menyumbang polusi udara tinggi dan banyak kerusakan lingkungan lainnya, khususnya bagi ekosistem pesisir pantai. Dominasi batubara menunjukkan bahwa relasi kekuasaan dan pebisnis telah berkelindan, serta menghasilkan kebijakan-kebijakan politik yang hanya menguntungkan sekelompok elite.

Baca Juga: Menko PMK Mengimbau Masyarakat Untuk Setop Sementara Pemberian Obat Sirop Anak - Anak!

Krisis iklim bukanlah proyeksi di masa depan karena sudah terjadi saat ini dan kita semua sudah merasakan dampaknya, bahkan telah mengancam sejumlah bahan pangan kita.

“Tidak ada satu pun wilayah di dunia yang bisa lolos dari ancaman krisis iklim, termasuk Indonesia. Pilihan-pilihan kita akan gaya hidup, jenis energi yang kita gunakan, dan juga sistem ekonomi telah membawa dampak kerusakan lingkungan dan pemanasan global. Aksi individu penting untuk dilakukan. Namun, itu tidak cukup untuk mengatasi situasi krisis iklim saat ini. Diperlukan perubahan skala besar yang harus dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan yang dibuat,” ucap Adila Isfandiari, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia. 

Indonesia memiliki potensi energi bersih dan terbarukan seperti surya, angin dan air yang melimpah dan biayanya semakin bersaing dengan energi fossil. “Pemerintah harus segera melakukan aksi iklim nyata dan serius. Tak ada alasan bagi pemerintah Indonesia untuk tidak mempercepat transisi energi yang berkeadilan sebagai solusi untuk keluar dari krisis iklim,” tutupnya.***

Halaman:

Editor: Ade Bayu Indra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah