Berita KBB - Dalam dunia kerja, seorang karyawan biasanya dituntut untuk bisa menangani berbagai tugas sekaligus dalam satu waktu. Apalagi bila jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan banyak dan waktu yang tersedia cukup sempit.
“Kemampuan” yang disebut multitasking ini sering jadi item wajib yang dimiliki karyawan. Jika melihat lowongan-lowongan pekerjaan, sering dijumpai perusahaan-perusahaan mencari calon karyawan dengan kriteria “mampu melakukan multitasking”.
Multitasking dianggap lebih cepat menyelesaikan pekerjaan, sehingga pada akhirnya waktu yang dihabiskan untuk itu bisa ditekan semaksimal mungkin. Apakah itu benar? Berikut Berita KBB bahas mitos dan fakta mengenai multitasking berikut.
Tidak hanya dalam dunia kerja, dalam aktivitas harian pun multitasking seringkali dilakukan. Sarapan pagi sambil menonton TV, berkendara sepeda motor sambil merokok, dan mencuci pakaian sambil membereskan rumah adalah contoh sederhananya.
Diolah dari Lifehacks, ahli neurologi Daniel Levitin menjelaskan, multitasking membuat otak bekerja berat dan menguras energi Ketika seseorang berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, korteks prefrontal dan striatum dalam otak membakar glukosa beroksigen.
Glukosa beroksigen tersebut adalah bahan bakar yang sama untuk membantu fokus dalam bekerja. Jadi, multitasking sebenarnya menyakiti otak dengan cara yang berdampak pada kesehatan, fungsi kognitif, dan produktivitas.
Baca Juga: Daftar Pemain Ftv Sctv Jumat 10 Februari 2023 'Mantanku Sayang, Pacarku Malang' Ada Kenny Austin!
Produktivitas yang dirasakan ini kenyataannya hanyalah sebuah ilusi. Bahkan menurut riset American Psychological Association (APA), multitasking justru mengurangi produktivitas hingga 40 persen, lantaran kinerja otak kurang efisien dan efektif.
Berikut 5 dampak dari multitasking sebagaimana dirangkum Berita KBB:
-
Sulit mengingat
Menurut penelitian yang dilakukan American Academy of Pediatrics, seseorang yang melakukan multitasking cenderung mengalami kesulitan untuk mengingat, terutama dalam jangka panjang.
-
Sering membuat kesalahan
Seseorang yang melakukan multitasking cenderung lebih sering berbuat kesalahan dalam bekerja dan membuat kualitas kerja menurun. Karyawan perlu waktu untuk berpindah dari satu tugas ke tugas lain, yang berdampak negatif pada kaliber pekerjaan mereka.
-
Menyebabkan Depresi dan Kecemasan Sosial
Menyelesaikan lebih dari satu pekerjaan sekaligus membuat seseorang makin tertekan. Ketika perpindahan dari satu tugas ke tugas lain makin lambat, ia akan lebih bertambah stres sehingga menimbulkan kecemasan sosial dan depresi.
-
Mengurangi Kemampuan Berpikir Kreatif
Multitasking membuat proses berpikir dan belajar seseorang lambat, dan mempengaruhi kemampuan untuk berpikir kreatif dan inovatif. Seseorang yang multitasking hanya bisa membayangkan ide segar jika terus menerus bolak-balik antar pekerjaan.
-
Mengurangi Rasa Empati dan IQ
Para peneliti empati menemukan bahwa mereka yang melakukan multitasking memiliki IQ dan rasa empati yang rendah dibandingkan mereka yang tidak. Empati adalah kemampuan merasakan rasa sakit yang dialami orang lain.
Sebuah penelitian yang dilakukan Universitas London menunjukkan, multitasking menyebabkan penurunan IQ sebesar 15 poin, sehingga kadar IQ mereka sama seperti anak umur 8 tahun.
Demikian penjelasan mengenai mitos dan fakta multitasking. Kenyataannya, metode kerja seperti ini lebih cenderung menghambat produktivitas daripada menunjangnya. Setelah mengetahui fakta sebenarnya artikel ini, apakah Anda ingin tetap bekerja multitasking?***