Alasan Kenapa Wanita Sering Digunakan sebagai Objek Seksualitas di Gim Online

- 9 Februari 2023, 23:16 WIB
Alasan Kenapa Wanita Sering Digunakan sebagai Objek Seksualitas di Gim Online
Alasan Kenapa Wanita Sering Digunakan sebagai Objek Seksualitas di Gim Online /Instagram @mikasaackerman

BERITA KBB-Mungkin, Anda akan familier dengan iklan berdurasi 30 detik yang memperlihatkan seorang prajurit bertanya kepada rajanya, “Raja, kota ini sudah berhasil kita duduki. Apa yang harus kita lakukan dengan orang-orang ini?” Lalu muncullah satu-persatu wanita yang memohon ampun kepada raja.

Audiensi kemudian disuruh memilih tindakan apa yang akan dilakukan, eksekusi atau ampuni. Pemandu gim lantas memprovokasi untuk memberi ampunan juga memberi pelukan kepada tawanan tersebut.

Contoh lain adalah iklan gim Dinasti Naga, di mana pengiklan mempertontonkan visualisasi wanita dengan pakaian terbuka dan kedua tangan yang terikat. Penonton kembali diberikan pilihan untuk menggelitik, mencambuk, menggetar, atau menggerepe (begitulah adanya).

Baca Juga: Frank Hoogerbeets, Sosok yang Ramalkan Gempa Turki dan Suriah Buat Prediksi Berdasarkan Posisi Benda Langit

Kedua gim itu memiliki kesamaan dengan menjadikan wanita sebagai objek tertindas dan umpan agar target audiens tertarik memainkan gim tersebut. Padahal sebetulnya, iklan yang ditayangkan tidak merepresentasikan konten dari gim itu sendiri.

Sayang sekali, problematis iklan-iklan ini sulit untuk dihalau oleh asosiasi-asosiasi pengawas pariwara Indonesia, bagaimanapun saingan utama mereka adalah para developer mancanegara dalam ruang tak terbatas, yaitu internet, ketika semua informasi sudah tertimbun rata.

Praktik yang dilakukan pengembang gim pada iklan-iklan mereka sebetulnya sangat dapat menjadi ruang untuk dianalisis. Periklanan adalah cara ideal memahami teks dan sub teks tentang cara kita menafsirkan permainan video dan budaya gim.

Baca Juga: Update Korban Gempa Bumi Turki dan Suriah: 17.176 Tewas, Peluang Selamat Penyintas yang Terjebak Makin Tipis

Seperti ujar Leymore (1975) dan Wiliamson (1994), peneliti yang menyebut bahwa periklanan menyampaikan kode yang diberlakukan secara budaya ke media populer.

Halaman:

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x