Adanya Dugaan Obstruction Of Justice Coreng Jargon PRESISI, LBH Jakarta : Persongkokolan Jahat Polisi!

- 16 Agustus 2022, 16:17 WIB
Adanya Dugaan Obstruction Of Justice Coreng Jargon PRESISI, LBH Jakarta : Persongkokolan Jahat Polisi!
Adanya Dugaan Obstruction Of Justice Coreng Jargon PRESISI, LBH Jakarta : Persongkokolan Jahat Polisi! /Antara/

 

 
BERITA KBB - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai, apabila dalam kasus pembunuhan Brigadir J terjadi obstruction of justice atau menghalang - halangi proses hukum, maka saat ini masyarakat Indonesia tengah dipertontonkan oleh persekongkolan jahat polisi.
 
“Jika memang benar terjadi (obstruction of justice), maka publik saat ini sedang dipertontonkan persekongkolan jahat yang melibatkan anggota polisi dari berbagai level kepangkatan dan satuan kerja atau fungsi,” ujar Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana dalam keterangannya, pada hari ini, Selasa 16 Agustus 2022.
 
Dalam penanganan kasus pembunuhan yang terjadi di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo itu, Inspektorat Khusus (Irsus) Polri telah memeriksa 63 anggota Polri. Jumlah tersebut bertambah dari sebelumnya 56 orang polisi.
 
 
Menurut Arif, hal tersebut merupakan tamparan keras yang mencoreng marwah institusi Polri. Apalagi, Polri memiliki jargon transformasi bertajuk 'Polri PRESISI' (prediktif, responsibilitas, dan transparansi ) yang apabila dikaitkan dalam kasus tersebut menjadi tidak berarti.
 
Kondisi tersebut juga dianggap semakin parah dengan serangkaian pernyataan Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto yang dinilainya menelan mentah - mentah hingga menyebarkan skenario tembak - menembak antara Brigadir J dan Bharada E di ruang publik.
 
“Yang kemudian hari terbukti merupakan rekayasa untuk menutupi kejadian yang sebenarnya,” ujarnya.
 
 
LBH Jakarta juga merespons adanya narasi tentang dugaan 'klik' atau 'geng' dalam tubuh Polri yang erat kaitannya dengan bisnis kotor peredaran gelap narkotika hingga judi. 
 
Hal tersebut juga kerap dikaitkan dengan kasus pembunuhan Brigadir J.
 
“Kami menilai, dugaan tersebut tidak boleh menguap begitu saja. Saat ini justru momentum yang tepat untuk melakukan bersih - bersih dalam tubuh kepolisian, paralel dengan penuntasan kasus kematian Brigadir J," ujarnya.
 
Menurutnya, hal itu harus dilakukan dengan melibatkan lembaga negara independen dan partisipasi masyarakat sipil secara luas.
 
 
Apalagi, atas kasus pembunuhan Brigadir J itu, lembaga pengawas baik internal maupun eksternal Polri sedang dalam sorotan publik.
 
Arif mengatakan, kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan perwira tinggi Polri hanya salah satu dari sekian banyak rekayasa yang dilakukan oleh anggota kepolisian.
 
Berdasarkan penanganan kasus yang dilakukan LBH Jakarta di wilayah Jabodetabek, sejak ‪2013 - 2022‬ terdapat 14 rekayasa kasus yang dilakukan anggota kepolisian.
 
Temuan LBH, biasanya hal tersebut juga diikuti dengan penyiksaan (torture), baik melalui kekerasan fisik maupun psikis untuk mendapatkan pengakuan dari korban.
 
“Selain itu, umumnya, saat pemeriksaan para korban tidak mendapatkan pendampingan hukum dari penasehat hukum," ujarnya.
 
 
Untuk menyiasati pemenuhan hak tersangka tersebut, Arif menegaskan bahwa biasanya polisi menyiasati dengan cara penunjukan pengacara untuk mendapatkan legitimasi.
 
Hal tersebut supaya seolah - olah tersangka sudah didampingi oleh pengacara saat pemeriksaan.
 
"Adapula serangkaian upaya paksa yang dilakukan secara sewenang - wenang,” ujarnya.
 
Pada 9 Agustus 2022, Polri menetapkan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
 
Dia disebut sebagai aktor intelektual yang dibantu oleh KM dan Brigadir RR serta memerintahkan Bharada E melakukan eksekusi penembakan terhadap Brigadir J.
 
Selain sebagai aktor intelektual pembunuhan berencana, Irjen Ferdy Sambo juga disangka menyusun skenario, merekayasa kasus, dan memerintahkan anggota polisi lainnya untuk menghilangkan atau merusak alat bukti yang disebut sebagai obstruction of justice.
 
Terbaru, Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah memeriksa 63 anggota Polri dalam kasus pembunuhan Brigadir J. 
 
Jumlah tersebut bertambah dari sebelumnya 56 polisi.
 
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, mengatakan, 63 polisi tersebut diperiksa atas dugaan pelanggaran kode etik. 
 
Sebanyak 35 di antaranya diduga melanggar kode etik. Sementara itu, sisanya masih proses pendalaman.***
 

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah