Anggota TGIPF Sebut CCTV di Stadion Kanjuruhan yang Tak Lengkap Belum Tentu Karena Sengaja Dihapus!

- 26 Oktober 2022, 04:31 WIB
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) memimpin investigasi di depan pintu tribun Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu 5 Oktober 2022.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) memimpin investigasi di depan pintu tribun Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu 5 Oktober 2022. /Antara/Ari Bowo Sucipto/
 
 
BERITA KBB - Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, mengatakan sebagian rekaman CCTV yang terhapus di Stadion Kanjuruhan bukan lantaran sengaja dihapus.
 
Berdasarkan temuan Komnas HAM di lapangan, rekaman CCTV itu tidak merekam utuh situasi di bagian lobi utama dan parkir, lantaran kesalahan teknis. 
 
Permasalahan CCTV yang tak merekam secara utuh kejadian 1 Oktober 2022 itu diungkap dalam temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). 
 
 
"Memang ada problem teknis di CCTV di (pintu) 16 yang mengarah ke arah pintu parkir, yang terlihat ada blank rekamannya. Itu dikatakan ada problem teknis terkait kamera," ujar Anam yang menemui teknisi dan petugas dispora pada pekan lalu dan dikutip dari YouTube Komnas HAM, pada hari Senin 24 Oktober 2022. 
 
Anam menjelaskan teknisi mengaku melakukan pergantian kamera pada Jumat, 30 September 2022. Secara teknis, setting CCTV belum rampung hingga 1 Oktober 2022 ketika Arema FC melawan Persebaya. 
 
"Sehingga, terjadi peristiwa, kadang - kadang bisa (merekam), kadang - kadang tidak karena ada sinkronisasi IP address dan sebagainya. Secara teknis, itu lah yang menjadi persoalan. Jadi, bukan problem yang lain," ujarnya.   
 
Untuk meyakinkan bahwa sebagian tayangan CCTV hilang bukan karena sengaja dihapus, Anam meminta kepada teknisi untuk ditunjukkan pusat kendali keamanan dan CCTV di Stadion Kanjuruhan. 
 
 
Poin penting lainnya yang disampaikan Anam, yakni rekaman CCTV yang mengarah ke lobi utama, semuanya lengkap.
 
"Jadi, tidak ada yang terhapus," ujar Anam. 
 
Lalu, bagaimana dengan informasi dari suporter yang menyebut bahwa ada upaya dari polisi untuk mengganti rekaman CCTV?                                     
 
Lebih lanjut, Anam mengatakan, tidak ada upaya penggantian rekaman CCTV oleh polisi. 
 
Yang ada, kata dia, adalah petugas Dispora hanya bertanya kepada personel Polri apakah setelah rekamannya diambil, DVR dapat diganti. 
 
"Istilah penggantian itu tidak ada. Yang ada adalah petugas Dispora bertanya apakah (DVR) dapat diganti setelah diambil oleh polisi. Karena masih butuh untuk merekam beberapa titik agar aman. Itu yang ada," ujarnya. 
 
 
Lantaran tidak ada yang berani menjawab, maka oleh petugas Dispora, DVR tidak diganti. 
 
DVR yang ada sudah disita personel Polri dan dibawa ke laboratorium forensik. 
 
"DVR itu berisi semua CCTV yang ada. Kami Komnas HAM mendapatkan salinan CCTV. Kami juga melihat semua CCTV yang ada di Dispora dan telah kami cek di ruang monitoring CCTV Kanjuruhan," ujarnya.
 
Sementara, anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Laode M. Syarif, mengakui memang ada bagian CCTV di Stadion Kanjuruhan yang terpotong. 
 
Namun, ia belum bisa memastikan apakah CCTV yang terpotong itu sengaja dihapus atau terhapus karena faktor teknis. 
 
Rekaman CCTV yang terpotong itu merekam area lobi utama dan area parkir. Di dalam laporan TGIPF setebal 166 halaman, Laode mengaku, rekaman CCTV yang terpotong itu menyulitkan atau menghambat tugasnya dalam menggali fakta. 
 
Rekaman CCTV itu menjadi saksi bisu pergerakan awal rangkaian Baracuda yang melakukan evakuasi tim Persebaya, usai mengalahkan Arema FC dengan skor 3-2. 
 
Rekaman CCTV yang terpotong berdurasi 3 jam, 21 menit dan 54 detik. 
 
"Belum tahu (apakah rekaman CCTV itu terpotong karena dihapus). Cuma memang ada yang terpotong. Jadi, masih diminta bagian (rekaman CCTV) yang hilang itu dari Polda Jawa Timur," ungkap Syarif. 
 
Syarif tak mau terburu - buru menyimpulkan bagian rekaman CCTV yang terpotong itu menjadi indikasi perbuatan untuk menghalangi upaya penyidikan atau obstruction of justice (OJ).
 
"Belum menyimpulkan ke arah sana (ada perbuatan OJ). Mari kita husnuzon (berbaik sangka) dulu," ujarnya.
 
Dalam laporan itu, TGIPF Kanjuruhan menyebut, kematian massal di stadion milik Arema FC itu disebabkan adanya tembakan gas air mata. 
 
Senapan gas air mata dibawa tim Sabhara Brimob dan Samapta Polres Malang. 
 
Berdasarkan pengamatan melalui CCTV yang berada di papan skor, tembakan gas air mata pertama dilakukan petugas keamanan satuan Brimob dari Porong. 
 
Mereka berada di sektor Ring I depan tribun nomor 13. 
 
"Tembakan dilakukan berkali-kali. Terlihat kurang lebih 7 kali pada tembakan pertama. Situasi pada saat itu, aparat keamanan tidak dalam keadaan terancam namun masih menembakan gas air mata," ujar TGIPF di laporan mereka.
 
Tembakan, kata TGIPF, tak hanya diarahkan ke dalam lapangan, tetapi juga ke arah tribun suporter. 
 
Dari rekaman CCTV, juga diketahui unsur pengamanan dari SSK Brimob dan Dalmas Polres terus menembakan gas air mata secara bertubi - tubi ke arah tribun nomor 10, 11, 12, dan 13. 
 
Situasi diperparah dengan kondisi angin yang bertiup ke arah selatan. 
 
"Maka, asap gas air mata bergerak menuju ke arah tribun penonton nomor 3 dan 13," tutur mereka.
 
Hingga saat ini, total korban yang meninggal akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan mencapai 132 jiwa. Sementara, ratusan orang mengalami luka.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah