Kartu ini semacam latihan untuk anak-anak memahami apa itu demokrasi. Ada yang jadi wali kota dan gubernur. Lalu, anak lainnya akan diberikan kartu YES dan NO untuk menentukan siapa orang yang ingin mereka pilih sebagai pemimpin.
"Ada juga simulasi semacam game kartu untuk anak-anak. Melatih mereka untuk belajar demokrasi itu seperti apa. Lumayan ramai jadinya tempat ini diisi anak-anak juga," tuturnya.
Tentu, imbuh Teguh, membaca buku dan bermain kartu simulasi demokrasi hanya boleh dilakukan di Sudut Literasi. Tak bisa dipinjam dan dibawa pulang.
"Untuk sementara buku yang ada di sini harus dibaca di tempat, belum bisa dipinjamkan. Khawatir nanti dari kami lupa mengingatkan, dari warga yang pinjam juga lupa untuk mengembalikan. Kami juga sudah siapkan meja dan kursi. Sambil pakai Wi-fi di sini juga bisa," imbuhnya.
Teguh berharap, Sudut Literasi bisa diramaikan lagi dengan kegiatan bedah buku atau diskusi tentang perpolitikan.
"Tapi kita cari-cari untuk anggarannya dulu. Apalagi rencana kita yang ingin membentuk kader demokrasi, itu kan harus dilatih juga ya. Bagaimana cara penyampaian ke warga dengan baik dan sesuai," ungkapnya.
Baca Juga: “Virtual Storytelling” Ala SD 1 Darul Hikam Bandung, Menstimulasi Budaya Literasi Sejak Dini
Untuk penambahan buku sendiri, Teguh mengatakan, ia dan timnya selalu berkoordinasi dengan KPU dan Dispusip Kota Bandung terkait penambahan buku untuk kedepannya. Meski memang untuk saat ini ia merasa, buku-buku yang tersedia masih layak dan terbaru.
"Rencana untuk penambahan buku sebenarnya ada. Tapi, untuk sekarang, buku-buku yang tersedia di Sudut Literasi itu sudah yang paling up to date," tuturnya.