Bukan Fogging, Ini Cara Efektif Paling Utama Berantas DBD

- 21 Juli 2022, 22:10 WIB
Ilustrasi DBD.
Ilustrasi DBD. /Pixabay/FotoshopTFS

BERITA KBB - Cuaca yang tidak menentu membuat beragam penyakit muncul dan perlu diwaspadai oleh kita, salah satunya Demam Berdarah Dengue (DBD).

Dari data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, sepanjang Januari-Juli 2022 terdapat 3.572 kasus DBD di Kota Bandung, 7 orang di antaranya mengalami kematian.

Rata-rata kasus kematian ini menyerang anak berusia 1-9 tahun. Menurut Pelaksana tugas (Plt) Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Intan Annisa Fatmawaty, kini tren kasusnya semakin menurun dibandingkan bulan Januari.

Baca Juga: Tasikmalaya Zona Kuning Covid-19, Namun DBD Tinggi

"Data yang kita lihat di Januari ini cukup tinggi. Biasanya kasus DBD muncul musim penghujan atau pancaroba, makanya meningkat di akhir tahun sampai awal tahun," ujar Intan kepada Humas Kota Bandung pada Kamis, 21 Juli 2022.

Ia mengakui, sepanjang 2022 ini wilayah yang memiliki kasus paling tinggi di Kota Bandung terdapat di Kecamatan Buahbatu. Secara global, faktor yang mengakibatkan sebuah daerah rawan banyak kejadian DBD biasanya terjadi di wilayah padat penduduk.

"Selain itu, faktor lainnya bisa jadi pelaksanaan dari kegiatan pemberantasan sarang nyamuknya (PSN) belum berjalan optimal," ucapnya.

Baca Juga: Kumpulan Doa Mohon Kesembuhan dari Sakit yang Diajarkan Nabi Muhammad SAW

PSN ini terdiri dari beberapa upaya, seperti 3 M: menguras, menutup, dan memanfaatkan barang daur ulang. Kemudian, G1r1j (gerakan satu rumah, satu jumantik), diharapkan setiap rumah ada anggota yang bertugas menjadi pemantau jentik. Lalu, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga harus selalu digalakkan.

"Bisa juga karena cakupan angka bebas jentiknya belum mencapai di atas 95 persen. Jadi, wilayah itu masih banyak ditemukan jentik," jelasnya.

Untuk terus mengupayakan pemberantasan DBD, Dinkes rutin mengedukasi masyarakat melalui puskesmas sebagai ujung tombak.

Baca Juga: Ridwan Kamil Jenguk Jemaah Haji Jabar yang Sakit Stroke

Para petugas puskesmas rutin menyosialisasikan untuk masyarakat melakukan kegiatan PSN di seluruh wilayah, termasuk menjaga kesehatan lingkungannya.

"Baiknya juga tiap kecamatan punya kader jemantik, sehingga nanti dia keliling ke lingkungan penduduk untuk membantu petugas puskesmas melakukan pemeriksaan jentik nyamuk," tuturnya.

Bagi warga Bandung yang telah terindikasi gejala DBD, Intan mengatakan, pada saat demam tinggi, bisa diberikan dulu obat penurun panas.

Baca Juga: SAD ENDING!! Episode Terakhir Melur untuk Firdaus! Melur Sakit Parah, Fir Baru Menyesal

Saat dalam kurun waktu dua hari kondisinya mengalami perburukan, maka segera bawa ke dokter rumah sakit setempat.

"Jika ternyata hasil diagnosanya DBD, warga diharapkan melapor ke RW atau puskesmas setempat sambil menyertakan surat keterangan dari dokter rumah sakit. Kenapa harus ke dokter rumah sakit? Karena memang perlu ada pemeriksaan lab dulu untuk mendiagnosa DBD," paparnya.

Setelah itu, petugas puskesmas akan menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui ada berapa kasus di daerah tersebut dan berapa jumlah tersangka (sebutan untuk orang yang masih diduga karena gejalanya muncul, tapi belum didiagnosa). 

Baca Juga: Update Jumlah Jemaah Haji Wafat dan Sakit di Tanah Suci: Ada 447 Jemaah Haji yang Sakit

"Ini akan menjadi pertimbangan dari puskesmas, apakah dibutuhkan penanganan berupa fogging atau cukup gerakan serentak PSN atau pemberian abate," jelasnya.

"Tapi, tetap poin utamanya warga harus memberikan laporan dengan disertai surat keterangan dari dokter rumah sakit jika benar pasien ini pengidap DBD," lanjut Intan.

Namun, ada beberapa kejadian di masyarakat saat muncul kasus demam di lingkungannya, mereka langsung minta untuk fogging. Padahal, belum tentu itu kasus DBD.

Baca Juga: Putri Delina Menangis Ungkap Sakit Karena Ibu Sambung, Warganet: Terlalu menuntut seseorang

Sebab, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum mengajukan fogging di lingkungannya. Fogging hanya efektif jika dilakukan pada lokasi dengan jumlah kasus lebih dari satu orang yang terkena DBD atau lebih dari tiga orang tersangka di lingkungan tersebut.

"Lalu, kalau angka jentik dari rumah-rumah yang diperiksa ternyata lebih dari 5 persen mengandung jentik, maka itu menjadi target dari pelaksanaan fogging dari puskesmas," katanya.

Biasanya, jika tidak ditemukan jentik atau kasus DBD di lingkungan tersebut, pihak puskesmas akan berkoordinasi dengan puskesmas yang terdapat di wilayah kerja atau sekolah para pasien. 

Baca Juga: Putri Delina Masih Sakit Hati? Padahal Nathalie Sudah Minta Maaf Berkali-Kali

Sebab, bisa terjadi kemungkinan kasus muncul dari tempat kerja atau sekolah dari pengidap DBD. Maka, tempat yang harusnya difogging bukan lingkungan rumah, melainkan tempat kerja atau sekolahnya.

"Fogging juga jangan dilakukan terlalu sering, baiknya berjarak seminggu lebih. Sebab fogging mengandung zat kimia yang justru berbahaya kalau sering dihirup oleh masyarakat," tutur Intan.

Maka dari itu, Intan menegaskan, pemberantasan DBD paling efektif sebenarnya bukan dari fogging, melainkan penerapan PHBS dan PSN. Misalnya jangan ada pakaian habis pakai menggantung banyak di pintu karena bisa menjadi sarang nyamuk.

Baca Juga: Kabar Duka, Ruben Onsu Dilarikan Kerumah Sakit, Ini Kronologisnya

Kemudian, harus rutin melakukan PSN dengan kegiatan 3M plus, seperti membantu memeriksa tempat penampungan air di rumah masing-masing apakah ada jentik nyamuk atau tidak.

"Terutama di tatakan pot dan dispenser. Kalau kelihatan ada jentik, segera dibersihkan dan ditutup rapat," imbaunya.

"Jika ada tempat penampungan air yang sulit untuk dikuras, silakan beri abate. Karena yang terpenting, mencegah lebih baik daripada mengobati," imbuhnya. ***

Editor: Ade Bayu Indra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah