"Teorinya, untuk usia produktif, sampah yang diproduksi rata-rata 0,6 kg. Di sisi lain, kita sudah terlalu lama terbuai dengan paradigma yang tidak mau bergeser," ujar Ema.
"Maka dari itu kita perlu segera menghadirkan kebiasaan baru, membuat peradaban baru. Sampah tidak lagi menjadi barang yang menjijikkan tetapi menjadi berkah," katanya menambahkan.
Baca Juga: Akselerasi Kompetensi ASN, Pemprov Rilis Jabar CorpU Talent
Ema juga meminta seluruh aparat kewilayahan beserta unsur TNI/Polri untuk sama-sama menjaga selama proses adaptasi kebiasaan baru dalam pengolahan sampah.
"Sampah organik dan anorganik tidak boleh lagi dibuang ke TPS. Yang boleh dibuang itu sampah residu. Saya minta aparat kewilayahan berkolaborasi dengan bapak-bapak dari TNI/Polri. Kita sama-sama jaga TPS di wilayah masing-masing. Ingatkan masyarakat yang masih membuang sampah organik-anorganik ke TPS," pesannya.
Ia menekankan, penegakan hukum perlu dilakukan bagi pelanggar. Mulai dari teguran, peringatan, hingga tindak pidana ringan (tipiring).
"Agar peraturan daerah yang kita punya memiliki wibawa," katanya.
Sementara itu, Camat Bojongloa Kidul Yudi Hermawan menyebut, berbagai upaya penanganan darurat sampah telah dilakukannya. Salah satunya, sosialisasi hingga penerapan gerakan pengolahan sampah mandiri berbasis kewilayahan.
"Kami berkolaborasi dengan Sekolah Kang Pisman. Sasarannya para pengurus RW dan LKK di 6 kelurahan yang ada di sini," terang Yudi.