BERITA KBB- Topik mengenai mental health (kesehatan mental) menjadi pembahasan yang banyak dibicarakan, khususnya untuk para millenials. Generasi gen Z mengeluhkan betapa mudahnya mereka merasa minder ketika bermain media sosial.
Mereka melihat banyaknya hal-hal indah yang terjadi di hidup orang lain, komentar netizen yang semakin kejam dan tidak punya filter hingga sikap kita sendiri yang terlalu mengambil hati dalam suatu kejadian semakin membuat kulitas kesehatan mental menurun.
Turunnya kesehatan mental ini biasanya diakibatkan oleh kondisi eksternal. Ketika kita merasakan emosi negatif berupa kemarahan, kekecewaan maupun kesedihan, biasanya orang-orang di sekitar kita menyuruh untuk bersikap seolah semuanya baik-baik saja, kita dituntut untuk pura-pura bahagia dan memendam emosi yang seharusnya dilampiaskan.
Padahal emosi ada bukan untuk ditekan. Hal inilah yang dinamakan fenomena toxic positivity.
Jika kita terbiasa mengubur emosi negatif dalam jangka waktu lama, bukan tidak mungkin suatu saat akumulasi energi negatif tersebut akan meledak-ledak di momen yang tidak tepat.
Kita menjadi heran dengan respon diri sendiri ketika menghadapi hal sepele yang direspon berlebihan dengan emosi yang meledak-ledak. Setelah kejadian berlalu, kita akan merasa aksi tersebut tidak sesuai dan memalukan. Apakah Anda pernah mengalaminya? Bisa jadi hal itu adalah efek dari toxic positivity tadi.
Baca Juga: Profil dan Biodata Nanda Arsynta, Selebgram yang Jadi Istri dan Cinta Pertama Ardya Tridwantoro
Maka dari itu kita perlu menyalurkan emosi tersebut melalui tindakan yang tidak mengakibatkan hal fatal misalnya menangis.