Stigma Perempuan Seringkali Dianggap Remeh, Netizen: Akibat Pengaruh Budaya Patriarki

- 4 Juni 2022, 08:18 WIB
Ilustrasi Perempuan
Ilustrasi Perempuan /pixabay/sasint
 
BERITA KBB - Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam berbagai bidang, seperti kepemimpinan politik, hak sosial, otoritas moral, dan penguasaan properti.
 
Point yang akan kita bahasa adalah hak perempuan dalam menentukan kapan dia akan menikah, haruskah dia untuk menikah, dan mengapa stigma usia 25 tahun ke atas belum menikah dianggap sebagai perawan tua dan tentang status “janda” yang selalu dianggap buruk di tengah masyarakat.
 
Jika hidup di pedesaan dengan usia yang tak lagi remaja bukan perkara yang mudah, di mana sistem sosial yang telah mengakar mengharuskan kami para perempuan yang sudah cukup usia untuk menikah harus segera menikah. 
 
 
Dan jika usia rata-rata masih belum menikah maka akan dicap sebagai perawan tua. Bahkan tak jarang ada yang dikucilkan, dan dianggap sebagai perempuan tidak normal. 
 
Ditambah ada perempuan yang bercerai dan akhirnya dia menjadi “janda” yang selalu mendapatkan cap yang jelek.
Sungguh stigma yang sangat buruk, bukan? 
 
Terutama bagi mereka yang tinggal di pedesaan dan berstatus gender perempuan. Alih-alih mendapat tempat, perempuan yang memiliki ragam pikiran kritis justru dianggap tabu, seolah hal paling dilarang. Di mana sistem patriarki masih terlalu kuat dan sepertinya masih akan berlanjut hingga ke generasi berikutnya. Berbeda dengan masyarakat kota yang cenderung sudah mulai meninggalkan sistem sosial ini.
 
 
Mulai meninggalkan bukan berarti tidak ada, represi terhadap hak-hak perempuan masih sangat langgeng. Sebab, selagi patriarki dan misogini masih bergentayangan di dunia, maka di situ pula hak-hak perempuan direpresi habis-habisan menggunakan cara apa pun.
 
Menyikapi pandangan sebuah sistem yang mengikat perempuan ini, kita bicara mengenai kebebasan dalam menentukan jalan hidup. 
 
Namun itulah faktanya, mereka hanya tidak tahu saja jika ada perempuan yang sedang berusaha keras untuk mengejar karir impiannya, berusaha keras untuk mengejar pendidikan, dan berusaha untuk mandiri dalam finansial. 
 
Dan mungkin juga ada yang sedang mempersiapkan mental yang cukup karena pernikahan itu bukan sesuatu yang sepele.  
 
Dunia terlalu sempit jika hanya berada di satu tempat yang tidak bisa membuat kita sebagai perempuan untuk berkembang.
 
Banyak hal di luar sana yang harus dipelajari, banyak tempat yang harus dijelajahi, banyak orang yang harus ditemui untuk saling bertukar pikiran. Serta mencoba hal-hal baru yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
 
Menjadi perempuan dengan wawasan yang sangat luas adalah harus dan bagian dari hak asasi setiap manusia, termasuk perempuan. 
 
Namun, dalam kasus ini mengapa hanya perempuan saja yang selalu dipermasalahkan, dan jika yang mengalami hal ini adalah laki-laki maka dianggap wajar dan cenderung tidak permasalahkan.
 
Bukankah baik perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama?
 
Dan di Indonesia sendiri, mengapa masa lalu pria yang sangat buruk lebih bisa diterima oleh wanita dan keluarganya yang jadi masa depannya. Hanya karena kalimat bersedia bertanggung jawab. 
 
Dari pada masa lalu wanita yang tidak sebanding apa-apanya dibanding kebobrokan pria, lebih sulit diterima pria dan keluarganya yang jadi masa depannya.
 
Pengaruh budaya patriarki yang menjunjung tinggi kedudukan laki-laki tuh di atas perempuan. Seakan-akan menekankan bahwa, perempuan tidak “bisa hidup” tanpa laki-laki. 
 
Ketika status perempuan berubah menjadi janda, dia dianggap tidak ada yang mau menghidupi dirinya sendiri atau anak-anaknya.
 
Pengaruh budaya patriarki yang pada akhirnya seakan-akan perempuan yang diceraikan itu karena laki-laki sudah tidak mau sama dia, selain itu ada konotasi 'bekas”. 
 
Laki-laki selalu dianggap sebagai yang punya “power dan kuasa”, jadi perempuan harus “nurut dan manut”.
 
Karena di Indonesia budaya patriarkinya masih tinggi banget. Selalu mikir laki-laki itu kedudukannya lebih tinggi dari perempuan.
 
Dengan adanya emansipasi wanita, perempuan berhak mendapat kesetaraan hak di segala bidang kehidupan apa pun, hak istimewa terhadap laki-laki haruslah dihapuskan karena secara tidak langsung merugikan perempuan dan tentu menjadi konflik struktural yang begitu panjang.
 
Terkait dengan penilaian orang lain atau masyarakat sekitar, agaknya kita yang punya cukup pengetahuan harus bisa memberi edukasi bahwa kasus tersebut bukanlah sesuatu yang fatal, yang menyangkut hidup matinya seseorang. 
 
Mulailah dari diri sendiri, sedikit demi sedikit, maka kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam kasus ini akan perlahan berkurang. 
 
Itulah pentingnya pendidikan bagi perempuan, dengan bekal ilmu yang cukup, wawasan yang luas, mampu mengajarkan kepada keturunanya kelak untuk tidak mewariskan sistem sosial tersebut.***
 
 
 
 
 
 

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x