Kasus Bullying Kembali Terulang, Kini Siswa SD di Tasikmalaya Meninggal Usai Dipaksa Perkosa Kucing

- 23 Juli 2022, 22:07 WIB
Ilustrasi perundungan anak.
Ilustrasi perundungan anak. /Pixabay/Geralt/
 
 
BERITA KBB - Kasus meninggalnya siswa SD asal Tasikmalaya yang diduga terjadi akibat depresi setelah mendapatkan perundungan oleh teman – temannya. 
 
Beberapa dugaan bocah itu wafat mengarah pada aksi perundungan yang meminta korban untuk bersetubuh dengan kucing.
 
Hal itu kemudian direkam dan disebarluaskan di media sosial hingga viral.
 
 
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam segala bentuk kekerasan atau perundungan yang dilakukan oleh siapapun, termasuk anak - anak.
 
Bagi korban, perundungan memiliki dampak sebabkan depresi dan marah, rendahnya tingkat kehadiran dan prestasi akademik siswa. Hingga skor IQ dan kemampuan analisis.
 
“KPAI mendorong aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus dugaan perundungan ini, apakah benar sebagaimana diberitakan, apa penyebab pasti kematian korban, dan lain - lain. Jika dugaan benar dari hasil penyelidikan dan penyidikan polisi, maka polisi harus menggunakan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti.
 
 
Retno menjelaskan, dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) telah diatur ketentuan - ketentuan ketika korban dan pelaku masih usia anak, maka semua proses harus menggunakan UU SPPA, mulai dari proses pemeriksaan sampai jatuh sanksi.
 
“Bisa diselesaikan melalui diversi (penyelesaian di luar pengadilan) dan dapat juga dengan proses peradilan pidana anak, semua tergantung keluarga korban dan juga usia para pelaku. Mari kita tunggu polisi bekerja menangani kasus ini,” ujarnya.
 
Dia mengungkapkan korban diduga meninggal karena depresi akibat mengalami perundungan secara terus menerus, yang diduga kuat dilakukan oleh teman sebaya. Perundungannya juga tidak biasa, diminta bersetubuh dengan kucing.
 
 
“Orangtua mengaku sang anak nampak murung dan sering melamun, sakit dan sulit makan atau minum, ketika dibawa ke rumah sakit, sang anak tidak tertolong,” ujar Retno.
 
Retno mengungkapkan juga bahwa pihaknya mendorong UPT P2TP2A dan Dinas PPPA setempat untuk melakukan asesmen dan rehabilitasi psikologi, baik pada keluarga korban maupun anak - anak pelaku agar dapat belajar dari kesalahannya dan ada efek jera.
 
“KPAID Tasikmalaya sebagai mitra KPAI di daerah sudah melakukan pengawasan terhadap kasus ini,” ujarnya.

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x