Di tengah rasa takut, seorang anggota Tjakrabirawa datang. Anak buah dari Letkol Untung menenangkan Sukitman bahwa dia tidak dibunuh karena satu nasib, merupakan sama-sama seorang prajurit.
Lolos dari pembunuhan, Sukiman lalu diajak menuju Halim Perdanakusuma bersama iring-iringan pasukan. Sesampainya di Gedung Penas, pasukan itu diturunkan di lapangan. Dia masih bersama Lettu Dul Arief.
Pada malam harinya, entah mengapa, orang yang mengawasi tawanannya malah mengajak Sukitman untuk mengambil nasi.
"Ke mana?" tanya Sukitman.
Baca Juga: 2 Syarat Taruna Akmil Ada Perubahan Jadi Makin Mudah Apa Saja Itu? Simak Informasinya!
"Ke Lubang Buaya, tempat para jenderal dibunuh," jawab Kopral Iskak, orang yang mengajaknya tersebut.
"Pada waktu itulah saya baru tahu bahwa yang dikatakan 'Ganyang kabir, ganyang kabir!' itu para jenderal," ungkap Sukitman.
Jalan yang diambil melewati Cililitan, Kramat Jati, Pasar Hek bukan sesuatu yang asing bagi Sukitman, karena dulu ia pernah mengikuti latihan di daerah itu.
Keadaan masyarakat masih tenang, karena belum menyadari apa yang terjadi. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 23.00. Manusia-manusia haus darah itu masih diliputi suasana "kemenangan".
Selesai mengambil nasi mereka segera kembali ke Gedung Penas untuk membagikannya kepada para pasukan.