TikTok dan Ancaman Bahaya untuk Generasi Muda Indonesia

- 7 Februari 2023, 00:08 WIB
Ilustrasi TikTok. TikTok dan Ancaman Bahaya untuk Generasi Muda Indonesia
Ilustrasi TikTok. TikTok dan Ancaman Bahaya untuk Generasi Muda Indonesia /Pixabay/antonbe/

BERITA KBB Kita mungkin familiar dengan lagu SWIPE yang berbunyi, “Baby aku ada type, kalau aku like aku like kalau tak aku swipe, swipe.”

Jujur, saya suka lagu itu, saya mendengar dari keponakan saya—ia lihat dari TikTok; sedang viral, ujarnya—ketika saya mendengar lagu tersebut, saya langsung paham apa maksud lagu itu, itu muncul seketika dalam benak saya.

Tampak bahwa sang pencipta, Alyph, menyadari trend dan kebiasaan masyarakat sekarang ini, terlepas dari makna lagu Alyph mengenai keteguhan referensinya di media sosial, nyatanya itu lekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Baca Juga: Jadwal Sepakbola BRI Liga 1 Indonesia Pekan ke-23 musim ‪2022-2023‬

Ya, itu adalah sebuah fenomena, dalam pola dan kebiasaan masyarakat di abad ini; kebiasaan scrolling di media sosial. Yang mana hampir separuh dunia telah masuk ke dalam jejaring media sosial, sebanyak 59% atau total 4,76 miliar manusia.

Dan jumlah itu akan terus bertambah mengingat ada 137 juta pengguna baru dalam 12 bulan terakhir. Dari banyaknya media sosial senior seperti YouTube, Instagram, Facebook, dan Twitter, hadirlah TikTok di tahun 2016.

Meski baru di kalangannya, TikTok mampu menjadi jaringan media sosial dengan pertumbuhan tercepat di tahun 2021, dan memiliki lebih dari 3,5 miliar pengunduh.

Terbagi dalam demografi usia 10 sampai 49+ tahun—yang saya yakini pula ditonton oleh anak kurang dari usia itu—dan Indonesia disebut sebagai pengguna TikTok terbanyak kedua setelah Amerika. Saya penasaran apakah saya perlu bangga atas pencapaian ini.

Bagaimana cara TikTok memperdaya audiensnya

Kita mulai dari sebuah pertanyaan, kiranya apa penyebab kematian tertinggi di dunia? Apakah itu karena obat-obatan terlarang, ataukah karena gula? 

Baca Juga: Simak! Jadwal Kereta Api Tambahan di Bulan Februari 2023 Ini

Anda mungkin sudah menebaknya. Ialah gula bahan pemanis yang selama ini menjadi kebutuhan pokok rumah tangga di Indonesia.

Gula ternyata dapat mengaktifkan sistem imbalan di dalam otak dan menyebabkan pelepasan dopamin, yang mana bertanggung jawab untuk mengendalikan pusat kesenangan dan penghargaan di otak.

Sistem imbalan dan penghargaan ini, atau reward system brain adalah sekelompok struktur yang diaktifkan setiap kali kita mengalami sesuatu yang dianggap bermanfaat, seperti seks, menyantap sajian lezat, jatuh cinta, atau ketika berolahraga.

Dengan demikian, bila gula dikonsumsi secara berlebihan akan menyebabkan efek adiktif atau kecanduan, di mana kasus kelebihan gula berkontribusi pada penyakit jantung serta diabetes.

Bahkan peneliti menyebut jika berhenti mengonsumsi gula juga bisa menyebabkan sakau atau withdrawal effect, yang bervariasi di setiap orang.

Ada yang dengan cepat mampu menyesuaikan diri tanpa gula, tetapi ada jua yang terkendala keinginan kuat; sangat menyiksa, dan luar biasa sulit menahan godaan makanan mengandung gula.

Penggambaran ini sama dengan fenomena yang menjadi topik tulisan saya, yaitu TikTok, bagaimana ternyata konsumsi gula dan TikTok memiliki kesamaan; di mana cara kerja TikTok nyatanya adiktif bagi kebanyakan masyarakat, terutama di Indonesia.

Sebab aplikasi TikTok dirancang sedemikian rupa untuk membuat Anda terpaku pada layar selama mungkin; Anda akan tetap dalam keadaan menyenangkan dan dipenuhi dopamin.

Bagian dari ketagihan ini segera bekerja dari video pertama yang tayang saat Anda menjalankan aplikasinya. Berbeda dengan YouTube, Instagram, atau aplikasi penayangan video lain, TikTok memulai reaksi berantai ini dengan langsung tanpa persetujuan Anda.

Maka tak penting visi title dan thumbnails bagi konten kreator untuk menarik minat penontonnya. Semua sudah tersajikan oleh TikTok lengkap untuk Anda.

Pete Judo, seorang Konsultan Ilmu Perilaku, menggambarkan sistem TikTok dan audiens bak seekor tikus yang terkurung dalam kotak, tikus tersebut hanya tinggal menekan tombol untuk mendapatkan sepotong keju.

Tidak sampai di situ, algoritma TikTok ini seperti yang saya jelaskan, tetapi tidak hanya menampilkan apa yang Anda sukai, ia juga memperlihatkan konten-konten lain yang disaring berdasarkan pilihan pengembang.

Baca Juga: Jadwal Pertandingan di Tanggal 8 dan 9 Februari 2023. Pertandingan Seru Manchester United vs Leeds United

Sering Anda lihat konten-konten tidak bermutu yang menghibur bagi mayoritas audiens, menciptakan banyak selebritas baru di jagat maya berlandaskan konten tidak bermoral dan berbobot.

Mungkin kita tidak seperti tikus dalam kotak itu. Toh, kita masih bisa mengontrol konten mana yang disukai dan konten mana yang tidak disukai, semua hanya tinggal swipe, sampai tanpa sadar kita telah masuk pada zona scrolling.

Mari kita kunci kata “keju” dan “kotak”. Pegang erat sembari membaca bahasan berikut, dan sejenak mengheningkan cipta untuk melihat lebih dalam gambaran besar selanjutnya.

Adiksi terhadap TikTok akan sulit untuk dihentikan

Ada dua jenis konten TikTok, konten yang memang memuat minat Anda di dalamnya, entah itu sesuatu yang benar-benar menghibur, bernilai sampai bikin penontonnya terperangah, ini diibaratkan sebagai makanan lezat, kita sebut dia “rewarding”, dan jenis konten lainnya yang sama sekali tidak memiliki inti, atau makanan hambar, “unrewarding”.

Anda tidak terlalu peduli dengan konten-konten unrewarding, setiap Anda melakukan gestur scrolling; terus next dan next sampai benar-benar mendapatkan reward yang dicari itu, ini ujar Pete, bagai seorang yang tengah memutar pegangan mesin slot.

Menebak-nebak apakah Anda akan menang “jackpot” atau kalah telak. Sifat tidak dapat diprediksi inilah yang menjadi candu saat melihat konten menghibur, Anda terlena dan berupaya mendapatkannya lagi dan lagi.

Ancaman TikTok Brain

Ada Dr. Sheryl Ziegler pakar Kesehatan mental yang menjelaskan tentang gangguan “TikTok brain” atau otak TikTok. Sheryl menyebut bahwa anak-anak dan remaja saat ini mulai terbiasa dengan video pendek, terlebih video yang disajikan di FYP (For Your Page) TikTok yang hanya berdurasi sekitar 21 hingga 34 detik.

Dengan aliran video pendek yang terus bergulir cepat, sekaligus memberikan kepuasan konstan “rewarding", ini menyebabkan efek kecanduan dopamin yang terus-menerus mengaliri sirkuit otak, seperti saat mengonsumsi obat-obatan narkotika.

Sheryl juga mengatakan bahwa fenomena tersebut telah mengakibatkan jumlah penderita ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder semakin marak, membuat penderitanya kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada suatu hal.

Selain menjadikan generasi kita sulit mengontrol fokus, hal itu juga menyerang lemahnya kemampuan memperhatikan detail, masalah konsentrasi, dan malas membaca.

“Anda tidak fokus, tidak memiliki waktu untuk memperhatikan dan konsentrasi yang lama, dan membaca terasa membosankan, bahkan menonton film katanya mulai terasa membosankan. Mereka tidak memiliki perhatian untuk menjangkaunya,” ujar Sheryl.

Beberapa efek lain akibat kecanduan TikTok adalah sulitnya mengontrol emosi, kesulitan untuk beralih dari aplikasi tersebut, bahkan saat bangun tidur.

Sebuah studi terhadap siswa sekolah menengah di China juga menemukan fakta bahwa mereka yang memiliki kecenderungan terhadap TikTok memiliki tingkat kecemasan, stres, dan depresi yang lebih tinggi daripada mereka yang lebih jarang menggunakan aplikasi.

Ancaman lain juga datang dari perlawanan dalam diri yang telah akut kecanduan aplikasi TikTok, mereka akan resah; takut ketinggalan atau FOMO. Banyak orang bahkan merasa jika TikTok menjadi tujuan yang tepat sebagai pengisi waktu luang. Mereka mengira itu sebagai obat mujarab.

Tanpa mengetahui jika penggunaan layar berlebih dapat meningkatkan risiko penyakit akut seperti alzheimer dan demensia di masa mendatang.

Maka, jika seseorang kesulitan terlepas dari belenggu itu, apa bedanya ia dengan tikus dalam kotak dengan tombol dan keju? Apakah itu ada pada labirin kotak yang semakin bercabang? Kiranya generasi kita perlu banyak merenungkan diri.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x