Berita KBB - Dalam dunia kerja, seorang karyawan biasanya dituntut untuk bisa menangani berbagai tugas sekaligus dalam satu waktu. Apalagi bila jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan banyak dan waktu yang tersedia cukup sempit.
“Kemampuan” yang disebut multitasking ini sering jadi item wajib yang dimiliki karyawan. Jika melihat lowongan-lowongan pekerjaan, sering dijumpai perusahaan-perusahaan mencari calon karyawan dengan kriteria “mampu melakukan multitasking”.
Multitasking dianggap lebih cepat menyelesaikan pekerjaan, sehingga pada akhirnya waktu yang dihabiskan untuk itu bisa ditekan semaksimal mungkin. Apakah itu benar? Berikut Berita KBB bahas mitos dan fakta mengenai multitasking berikut.
Tidak hanya dalam dunia kerja, dalam aktivitas harian pun multitasking seringkali dilakukan. Sarapan pagi sambil menonton TV, berkendara sepeda motor sambil merokok, dan mencuci pakaian sambil membereskan rumah adalah contoh sederhananya.
Diolah dari Lifehacks, ahli neurologi Daniel Levitin menjelaskan, multitasking membuat otak bekerja berat dan menguras energi Ketika seseorang berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, korteks prefrontal dan striatum dalam otak membakar glukosa beroksigen.
Glukosa beroksigen tersebut adalah bahan bakar yang sama untuk membantu fokus dalam bekerja. Jadi, multitasking sebenarnya menyakiti otak dengan cara yang berdampak pada kesehatan, fungsi kognitif, dan produktivitas.