2. Laki-laki adalah penerima petunjuk yang disebutkan dalam Hadis ini atas dasar yang sama.
Hal ini terbukti dari arahan ila yang disebutkan dalam Al-Qur'an, Surat Al Baqarah 226-227, di mana orang Arab pada masa pra-Islam akan bersumpah untuk memutuskan hubungan seksual dengan istri mereka karena amarah.
Meskipun para suami diberi waktu empat bulan untuk memutuskan nasib istrinya dengan melanjutkan hubungan ini atau menceraikannya, terbukti dari petunjuk bahwa dalam keadaan normal seorang suami tidak diperbolehkan memutuskan hubungan seksual dari istrinya tanpa alasan yang sah. Sedemikian rupa, jika seseorang bersumpah seperti itu, dia harus melanggar.
Hubungan seperti itu adalah hak seorang istri dan jika seorang suami tidak memenuhinya, maka dia dapat dianggap sebagai pidana baik di mata hukum maupun di hadapan Yang Maha Kuasa di akhirat. Pada dasarnya ketika seorang suami meminta berhubungan badan, maka sang istri harus memenuhi keinginannya karena itu merupakan haknya.
Sedang kewajiban istri adalah memenuhi kewajibannya dalam hubungan suami istri.
3. Dasar penolakan dari suami atau istri juga harus diperhatikan. Jika salah satu dari mereka lelah, sakit atau hanya tidak dalam suasana hati yang tepat dan dalam kerangka pikiran yang sesuai maka itu tidak menyebabkan murka apa pun dari Yang Maha Kuasa.
Hanya ketika pasangan mulai dengan sengaja menghindari kebutuhan alamiah pasangannya, sikap tersebut menjadi dipertanyakan.
Hukum istri menolak hubungan badan bisa halal
Seperti yang telah dijelaskan, jika sang istri menolak maka penolakan tersebut merupakan tindakan yang akan mendapatkan kutukan para malaikat sampai waktu pagi.