Prancis Tarik Pasukan dan Dubes dari Niger Usai Kudeta Militer

25 September 2023, 16:13 WIB
Prancis Tarik Pasukan dan Dubes dari Niger Usai Kudeta Militer /Reuters

 

 

BERITA KBB - Prancis telah memutuskan untuk menarik pasukan dan duta besarnya dari Niger, negara bekas jajahannya di Afrika Barat, menyusul kudeta militer yang menggulingkan presiden pro-Prancis Mohamed Bazoum pada bulan Juli. Keputusan ini diumumkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Minggu, 24 September 2023, dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi France 2.

Macron mengatakan bahwa Prancis tidak dapat menerima “pembajakan demokrasi” di Niger, dan bahwa Prancis akan mengakhiri kerja sama militer dengan pihak berwenang Niger. Ia juga mengatakan bahwa duta besar Prancis Sylvain Itte dan beberapa diplomat lainnya akan kembali ke Prancis dalam beberapa jam ke depan. 

Menurut Macron, Itte telah disandera oleh militer Niger, yang memblokir pengiriman makanan ke kedutaan Prancis. Ia menambahkan bahwa Prancis akan mengevaluasi hubungan bilateralnya dengan Niger, dan akan mendukung upaya Uni Afrika dan Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) untuk mengembalikan tatanan konstitusional di Niger.

 Baca Juga: Bantu Pertumbuhan Bisnis UMKM, Shopee Jadi E-commerce Paling Banyak Digunakan Pelaku Usaha Lokal

Penarikan pasukan dan dubes Prancis dari Niger merupakan pukulan terbaru bagi kehadiran Prancis di Sahel, wilayah yang meliputi sebagian besar Afrika Barat dan Tengah, yang menghadapi ancaman dari kelompok-kelompok militan Islam. Prancis telah mengerahkan sekitar 5.000 tentara di wilayah tersebut sejak tahun 2013, dalam operasi yang disebut Barkhane, untuk membantu negara-negara Sahel melawan pemberontak.

 

Namun, operasi ini telah menuai kritik dan protes dari sebagian masyarakat di negara-negara Sahel, yang menganggap Prancis sebagai penjajah baru dan campur tangan dalam urusan dalam negeri mereka. Beberapa kudeta militer juga telah terjadi di Mali dan Burkina Faso, negara-negara Sahel lainnya, yang menggantikan pemimpin-pemimpin yang didukung oleh Prancis.

 

Pada bulan Juni, Macron mengumumkan bahwa Prancis akan mengurangi pasukannya di Sahel secara signifikan, dan akan mengubah operasi Barkhane menjadi kerja sama internasional yang lebih luas, dengan melibatkan pasukan Eropa dan Afrika. Ia juga mengatakan bahwa Prancis akan menutup basis-basis militernya di Mali, Burkina Faso, dan Niger.

 

Penarikan pasukan dan dubes Prancis dari Niger juga menimbulkan pertanyaan tentang masa depan Niger, negara yang memiliki cadangan uranium yang besar, tetapi juga termasuk salah satu negara termiskin di dunia. Niger telah mengalami beberapa kudeta militer sejak merdeka dari Prancis pada tahun 1960, dan belum pernah mengalami transisi demokratis yang damai dan lancar.

 

Kudeta terakhir terjadi pada 20 Juli 2023, ketika sekelompok perwira militer yang dipimpin oleh Kolonel Mamane Aboulaye mengambil alih istana presiden, dan menangkap Bazoum dan beberapa menterinya. Aboulaye kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin Dewan Transisi Nasional, yang akan mengatur negara selama periode transisi yang belum ditentukan lamanya.

 

Aboulaye mengklaim bahwa kudeta itu dilakukan untuk mengakhiri korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh rezim Bazoum, yang menurutnya tidak sah dan tidak demokratis. Ia juga menuduh Bazoum bersekongkol dengan Prancis untuk menjual sumber daya alam Niger, dan menyerahkan kedaulatan Niger kepada kepentingan asing.

 Baca Juga: Sinopsis Daftar Pemain FTV Kerupuk Garing Bikin Salting, Adzana Bing Slamet, Jeff Smith, El Ryan Carlen, 08:00

Aboulaye juga menuntut agar Prancis menarik pasukan dan duta besarnya dari Niger, dan mencabut kekebalan diplomatik Itte. Ia mengatakan bahwa Niger tidak membutuhkan bantuan Prancis, dan akan mencari mitra baru yang menghormati kedaulatan dan kepentingan Niger. Ia juga menyatakan keterbukaannya untuk bekerja sama dengan negara-negara tetangga, seperti Mali dan Burkina Faso, yang juga mengalami kudeta militer.

 

Reaksi internasional terhadap kudeta di Niger telah bervariasi. Uni Afrika dan ECOWAS telah mengutuk kudeta itu, dan menuntut pembebasan Bazoum dan restorasi tatanan konstitusional. Mereka juga telah memberlakukan sanksi ekonomi dan politik terhadap Niger, dan menangguhkan keanggotaan Niger dari organisasi-organisasi regional.

 

Amerika Serikat dan Uni Eropa juga telah mengecam kudeta itu, dan meminta pemulihan demokrasi di Niger. Mereka juga telah menghentikan sebagian bantuan dan kerja sama dengan Niger, dan mendesak militer Niger untuk mengadakan pemilihan umum yang bebas dan adil sesegera mungkin.

 

Namun, beberapa negara lain, seperti Rusia dan China, telah menunjukkan sikap yang lebih lunak terhadap kudeta itu, dan mengatakan bahwa mereka menghormati keputusan rakyat Niger. Mereka juga telah menawarkan bantuan dan investasi kepada Niger, dan mengatakan bahwa mereka siap untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Niger.

 

Sementara itu, sebagian masyarakat Niger telah menyambut baik kudeta itu, dan menganggapnya sebagai kesempatan untuk memulai lembaran baru bagi Niger. Mereka juga telah menggelar demonstrasi untuk mendukung militer Niger, dan mengecam Prancis sebagai penjajah. Mereka juga telah menyuarakan dukungan mereka kepada Rusia dan China, sebagai mitra potensial yang lebih adil dan menguntungkan bagi Niger.***

 

 

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler