"Lahannya ada di fasum sebuah perumahan, ya fasilitasilah infrastruktur pengolahannya dari anggaran pemerintah daerah atau bisa saja menggunakan dana CSR, pemerintah kan punya otoritas mengatur itu," tegasnya
Anang menambahkan perusahaan juga punya kewajiban mengeluarkan CSR itu, bukan membebani perusahaan loh itu kewajiban sesuai undang-undang perseroan. Itu sangat besar jumlahnya, terutama dari perusahaan-perusahaan besar seperti perbankkan dan BUMN.
Bahkan, yang tak kalah penting adalah membangun kolaborasi antar kelompok-kelompok masyarakat melalui penyuluhan melalui bimbingan teknis.
Baca Juga: Pemprov Jabar Siapkan TPA Sementara, Kebakaran TPA Sarimukti Masih Belum Padam
"Sehingga terbentuk kelompok masyarakat yang di sebuah kawasan seperti di lingkungan RW sehingga bisa kerja sama," ujarnya
Berkenaan dengan keberadaan TPA Sarimukti, ia menuturkan bahwa TPA
tidak dirancang sebagai TPA yang permanen. Namun, TPA Sarimukti adalah TPA sementara pasca tragedi longsor TPA Leuwigajah.
"Dulu saya sempat menangani itu, walaupun cuman satu setengah tahun, terlalu lambat. Kita berharap Pemprov Jabar mempercepat proses konstruksinya TPA Legok Nangka, karena lelangnya sudah. Walaupun saya cukup mengelus dada karena lelangnya sampai 5 tahun itu," jelasnya.
Baca Juga: JQR Bagikan 1000 Masker pada Warga Terdampak Kebakaran TPA Sarimukti
Anang menambahkan kemampuan pemerintah kota/kabupaten untuk membayar tipping fee menjadi persoalan saat ini.
"Oleh karena itu saya cenderung pengelolaan sampah dari sumber. Kalau memang ada residu yang harus dibuang di TPA itu sudah berbentuk residu yang berbentuk anorganik. Sehingga kualitas sampahnya memiliki kadar kalor yang lebih tinggi," pungkasnya.***