Pasalnya, Laode M Syarif menilai, proses revisi UU KPK tidak memenuhi syarat formil berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dia kemudian mencontohkan, revisi UU KPK sudah dikonsultasikan dengan publik, termasuk dengan Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara, serta Universitas Nasional.
"Itu dianggap sudah dipublikasikan,"katanya.
Padahal, seharusnya, kata Laode, majelis hakim menggalinya lebih dalam lagi untuk mengetahui persentase yang setuju atau menolak UU KPK tersebut.
"Kita tahu persis pada seminar itu hampir sebagian orang mengatakan bahwa tidak butuh revisi Undang-Undang KPK," tuturnya.
Di sisi lain, Laode Syarif juga menyoroti pernyataan majelis hakim, Saldi Isra, yang membandingkan protes kelompok pro dan kontra revisi UU KPK.
Laode memandang sikap Saldi Isra itu tidak sesuai, mengingat di sisi kelompok yang menolak revisi UU KPK, terdapat korban jiwa.
Sementara, katanya, di kelompok yang mendukung hanya diberikan almamater, padahal mereka bukanlah mahasiswa yang mendukung revisi itu.