Kemnaker Terbitkan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja di Masa Pandemi Covid-19, Ini Aturannya

- 16 Agustus 2021, 13:33 WIB
Ratusan buruh  PT Masterindo Jaya Abadi  yang didominasi kaum wanita  melakukan aksi demo  di depan Kantor UPTD Dinas Tenaga Kerja Wilayah IV Bandung Jalan R.E. Martadinata Kota Bandung Kamis 20 Mei 2021  menuntut perusahaan membayar pesangon dan TKR Lebaran 2021.
Ratusan buruh PT Masterindo Jaya Abadi yang didominasi kaum wanita melakukan aksi demo di depan Kantor UPTD Dinas Tenaga Kerja Wilayah IV Bandung Jalan R.E. Martadinata Kota Bandung Kamis 20 Mei 2021 menuntut perusahaan membayar pesangon dan TKR Lebaran 2021. /Portal Bandung Timur/hp.siswanti

BERITAKBB - Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan aturan yang mengatur hubungan kerja di masa pandemi COVID-19, khususnya di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

"Kepmenaker ini adalah sebagai wujud respons Kementerian Ketenagakerjaan terhadap adanya dampak pandemi COVID-19 dalam hubungan kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, di Jakarta, Senin, 16 Agustus 2021.

Baca Juga: Upaya Bantu Tenaga Kerja yang Terdampak PPKM Darurat, Kemnaker Terus Matangkan Kebijakan Program BSU 2021

Menurut Menaker, pandemi COVID-19 adalah masalah bersama bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh. Sehingga, penanganan dampak pandemi ini membutuhkan komitmen dan kerja sama semua pihak.

"Oleh karena itu, dalam Kepmenaker ini kita ingin menekankan pentingnya dialog sosial. Karena kita ingin semua pihak benar-benar terlindungi dari dampak pandemi ini," kata Menaker. 

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengatakan, Kepmenaker No.104 Tahun 2021 mencakup 3 hal. Pertama, pelaksanaan sistem kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan bekerja di kantor/tempat kerja atau Work From Office (WFO). Kedua, pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja lainnya.

Baca Juga: Tingkatkan Kompetensi Tenaga Kerja, Kemnaker Canangkan Tahun 2021-2022 sebagai Tahun Magang

"Dalam Kepmenaker tersebut, kita sampaikan acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja yaitu pengusaha yang memberlakukan sistem kerja WFH tetap wajib membayar upah," kata Putri.

Sedangkan untuk WFO, harus diatur persentase pekerja yang bekerja secara WFO, serta pengaturan shifting atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran.

"Jam kerja juga diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan mereka yang sehat. Bagi ibu hamil atau rentan sakit agar bekerja dari rumah saja," kata Putri. 

Baca Juga: 4 Peranan Strategis Menjaga Hubungan Harmonis Antara Pemerintah dengan Negara Penempatan Tenaga Kerja

Dalam Kepmenaker No. 104 Tahun 2021 ini juga dijelaskan mengenai perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerja karena dampak pandemi COVID-19. Di mana pekerja/buruh tetap berhak atas gaji/upah saat dirumahkan.

"Lalu perusahaan yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para pekerja, maka pengusaha dan pekerja dapat membuat kesepakatan penyesuaian upah," terang Putri.

Putri menambahkan, perhitungan iuran manfaat jaminan sosial bagi pekerja, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja, yang dihitungkan dengan upah, maka harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian.

Baca Juga: Jabar Proyeksikan Serap 3 Juta Tenaga Kerja hingga 2023

Adapun, ruang lingkup ketiga yang diatur dalam Kepmenaker 104 Tahun 2021 adalah pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ditegaskan dalam Kepmenaker ini, PHK adalah jalan terakhir dan satu-satunya yang bisa diambil jika pandemi COVID-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha. "Tetapi PHK harus jalan paling akhir kalau sudah dilakukan upaya-upaya lain kemudian tidak ada jalan lain maka terpaksa PHK, namun harus suatu keputusan bersama antara pengusaha dan pekerja," kata Putri menegaskan.

Putri memberi catatan, jika PHK terpaksa dibuat karena ketidakmampuan finansial perusahaan, maka harus dibuktikan dengan laporan finansial perusahaan bahwa perusahan tersebut sudah tidak mampu.

Baca Juga: Alhamdulillah ! BLT Gaji BPJS Tenaga Kerja Rp 1,2 Juta cair akhir Oktober ini, Begini Cara Ceknya

"Dalam dialog bipartit dengan putusan PHK kiranya melibatkan dinas ketenagakerjaan setempat. Dan jangan lupa hak-hak pekerja ini harus tetap diberikan walaupun perusahaan itu bangkrut," pungkasnya.***

Editor: Ade Bayu Indra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x