Sri Lanka Dilanda Aksi Protes Hebat Hingga Mundurnya PM, Begini Kronologinya

- 26 Juni 2022, 09:37 WIB
Ilustrasi krisis di Sri Lanka.
Ilustrasi krisis di Sri Lanka. /REUTERS/Dinuka Liyanawatte

 

 
BERITA KBB - Setelah mengalami krisis ekonomi selama beberapa waktu terakhir, Sri Lanka terperosok ke titik terburuk.
 
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, menyatakan perekonomian negara yang dicengkram utang menggunung itu, telah runtuh alias bangkrut, pada hari Jumat 24 Juni 2022.
 
Krisis tersebut menjadi yang terburuk bagi negara itu. Sri Lanka sudah kehabisan uang dan bahan bakar minyak (BBM) mereka.
 
 
Tidak ada uang untuk mengimpor kebutuhan pokok dan mereka sudah gagal membayar utangnya.
 
Krisis ini dinilai, makin buruk karena Pemerintah Presiden Gotabaya Rajapaksa telah melakukan kesalahan dalam penanganan ekonominya, dan negara tersebut telah menangguhkan pembayaran utang luar negeri dalam upaya untuk menjaga cadangan devisanya yang rendah.
 
Sri Lanka sempat pula mencari bantuan pinjaman dari negara tetangga seperti India dan China, bahkan Dana Moneter Internasional (IMF).
 
 
Salah urus ekonomi oleh pemerintah yang berturut - turut terjadi telah melemahkan keuangan publik Sri Lanka, membuat pengeluaran nasionalnya melebihi pendapatannya, dan produksi barang dan jasa yang dapat diperdagangkan berada pada tingkat yang tidak memadai.
 
Situasi ini diperburuk oleh pemotongan pajak yang diberlakukan oleh pemerintah Rajapaksa segera setelah ia mulai menjabat pada 2019.
 
Ia menduduki kursi presiden hanya beberapa bulan sebelum krisis COVID-19 melanda.
 
 
Akibat pandemik, ekonomi Sri Lanka porak - poranda. Dampaknya terutama terasa pada industri pariwisatanya yang menjadi andalan, sementara nilai tukar mata uang asing yang tidak fleksibel melemahkan pengiriman uang dari pekerja asingnya.
 
Sejumlah lembaga pemeringkat, yang prihatin dengan keuangan pemerintah dan ketidakmampuannya untuk membayar utang luar negeri yang besar, menurunkan peringkat kredit Sri Lanka mulai tahun 2020 dan seterusnya, yang akhirnya mendepak keluar negara itu dari pasar keuangan internasional.
 
Tetapi untuk menjaga ekonominya tetap bertahan, pemerintah masih sangat bergantung pada cadangan devisanya.
 
 
Hal ini menyebabkan cadangan devisa negara terkuras lebih dari 70 persen dalam dua tahun.
 
Pada bulan Maret, cadangan Sri Lanka hanya mencapai 1,93 miliar dolar AS, tidak cukup untuk menutupi impor selama sebulan, dan menyebabkan kelangkaan meningkat di semua aspek, mulai dari solar hingga beberapa bahan makanan.
 
Analis J.P. Morgan memperkirakan pembayaran utang bruto negara itu akan mencapai 7 miliar dolar AS tahun ini, dengan defisit transaksi berjalan sekitar 3 miliar dolar AS.
 
 
Ketika menghadapi lingkungan ekonomi yang memburuk dengan cepat, pemerintah Rajapaksa memilih untuk menunggu, bukannya bergerak cepat dan mencari bantuan dari IMF dan sumber lainnya.
 
Selama berbulan - bulan, para pemimpin dan pakar oposisi mendesak pemerintah untuk bertindak, tetapi pemerintah tetap bertahan, berharap pariwisata bangkit kembali dan pengiriman uang pulih.
 
Menteri Keuangan yang baru diangkat, Ali Sabry, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara awal bulan ini bahwa pejabat penting di dalam pemerintah dan bank sentral Sri Lanka tidak memahami beratnya masalah dan enggan menerima campur tangan IMF.
 
Sabry, bersama dengan gubernur bank sentral yang baru, dilibatkan sebagai bagian dari tim baru untuk mengatasi situasi tersebut.
 
Namun, menyadari krisis yang sedang terjadi, pemerintah memutuskan mencari bantuan dari sejumlah negara, termasuk India dan China.
 
Pada bulan Desember lalu, menteri keuangan saat itu melakukan perjalanan ke New Delhi untuk mengatur aliran kredit dan swap senilai 1,9 miliar dolar AS dari India.
 
Sebulan kemudian, Presiden Rajapaksa meminta China untuk merestrukturisasi pembayaran utang sekitar 3,5 miliar dolar AS kepada negara itu.
 
Sebelumnya pada akhir 2021 China juga telah memberi Sri Lanka swap dalam mata uang yang didominasi yuan yang senilai 1,5 miliar dolar AS.
 
Krisis panjang yang menda memicu gelombang protes yang belum pernah terjadi sebelumnya.
 
Masyarakat Sri Lanka berdemo di tengah berbagai kekacauan yang terjadi, seperti pemadaman listrik yang berkepanjangan dan kekurangan kebutuhan pokok, termasuk bahan bakar dan obat - obatan.
 
Aksi kekerasan yang pecah juga berujung tewasnya dua orang, termasuk anggota parlemen.
 
Di tengah kondisi tersebut, Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya. 
 
Sang Presiden yang juga saudara Mahinda, Gotabaya Rajapaksa, juga sempat mendapatkan desakan untuk mundur.
 
Gotabaya Rajapaksa menunjuk langsung Ranil Wickremesinghe yang juga pemimpin Partai Persatuan Nasional sebagai PM Sri Lanka yang baru, menggantikan Mahinda Rajapaksa.
 
Di tengah kondisi itu, Sri Lanka berupaya untuk mendapatkan bantuan ekonomi, salah satunya dari Dana Moneter Internasional (IMF).
 
Dikutip dari CNBC, Menteri Keuangan Sabry akan memulai pembicaraan dengan IMF untuk paket pinjaman hingga 3 miliar dolar AS selama tiga tahun.
 
Sebuah program IMF, yang biasanya memerlukan disiplin fiskal dari peminjam, juga diharapkan dapat membantu Sri Lanka mendapatkan bantuan lagi sebesar 1 miliar dolar AS dari lembaga multilateral lainnya seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.
 
Secara keseluruhan, negara ini membutuhkan sekitar 3 miliar dolar AS dalam bantuan pembiayaan selama enam bulan ke depan untuk membantu memulihkan pasokan barang - barang penting termasuk bahan bakar dan obat - obatan.
 
Sumber mengatakan kepada Reuters bahwa India terbuka untuk memberi Sri Lanka pinjaman 2 miliar dolar AS lagi untuk mengurangi ketergantungan negara itu pada China.
 
Sri Lanka juga telah mencari aliran kredit sebesar 500 juta dolar AS tambahan dari India untuk bahan bakar.
 
Selain itu, pemerintah juga sedang dalam diskusi dengan China untuk aliran kredit 1,5 miliar dolar AS dan pinjaman sindikasi hingga 1 miliar dolar AS.
 
Sebelumnya tahun lalu pada awal pandemik, selain melakukan swap, China juga memperpanjang pinjaman sindikasi senilai 1,3 miliar dolar AS ke Sri Lanka.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x