Bharada E Buktikan Bahwa Ia Di Bawah Perintah FS, Hingga Tak Ada Peluang FS Untuk Lolos Hukuman Mati

- 23 September 2022, 07:23 WIB
UPDATE KASUS BRIGADIR J: Bharada E Akui Punya Bukti 3 Video soal Putri Candrawathi dan Om Kuat, Motif Pembunuhan Brigadir J Terungkap?
UPDATE KASUS BRIGADIR J: Bharada E Akui Punya Bukti 3 Video soal Putri Candrawathi dan Om Kuat, Motif Pembunuhan Brigadir J Terungkap? /UPDATE KASUS BRIGADIR J/Pikiran-Rakyat
 
 
BERITA KBB - Tersangka pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo diduga tengah berupaya untuk meringankan hukumannya dengan membuktikan bahwa tidak ada pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 KUHP yang disangkakan kepadanya.
 
Sebab, sebelum kejadian pembunuhan, Ferdy Sambo menerima laporan istrinya, Putri Candrawathi atas ulah Brigadir J yang melecehkannya di Magelang. 
 
Spontan timbullah emosi marah, dan dalam waktu singkat, kurang dari satu jam penembakan itu terjadi.
 
 
Alasan itulah yang akan digunakan pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis untuk membuktikan bahwa kliennya tidak merencanakan pembunuhan. 
 
Setidaknya, harapan meringankan hukuman dapat tercapai.
 
Seminimal mungkin, Ferdy Sambo hanya dijerat Pasal 338 Jo 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hanya 15 tahun. 
 
Alhasil, Ferdy Sambo terhindar dari ancaman hukuman mati di Pasal 340 KUHP.
 
Namun begitu, Arman tidak ingin berspekulasi terkait hukuman yang akan mengurung eks Kadiv Propam itu di dalam kerangkeng penjara. 
 
Ia hanya berharap, agar proses pemberkasan kliennya dipercepat dan segera disidangkan.
 
Arman meyakini bahwa Ferdy ambo akan mendapatkan ganjaran sesuai perbuatannya. 
 
Majelis hakim juga menurutnya akan menjatuhkan hukuman sesuai dengan apa yang ia yakini.
 
“Semua fakta - fakta hukum yang ada dapat diuji oleh Majelis Hakim sehingga kelak menghasilkan putusan yang seadil - adilnya,“ ujar Arman
 
Peluang kedua, Komnas HAM menyebut dalam kasus ini minim alat bukti pendukung yang membuat peristiwa ini terang. 
 
Sebab, penyidik lebih banyak mengantongi bukti berdasarkan keterangan para tersangka dan saksi.
 
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mencontohkan soal perintah Sambo kepada Bharada E untuk menembak Brigadir J. 
 
Ferdy Sambo bisa saja berkilah bahwa ia memerintah menembak, bukan sampai membunuh Brigadir J.
 
“CCTV di dalam rumah itu tidak ada, hanya berdasarkan kesaksian. Sekarang yang Bharada E bilang apa? Yang nembak dia dan FS, pak Sambo bilang apa? ‘Saya gak nembak’. Ricky sudah mengubah keterangan, dia bilang waktu kejadian itu dia masih buka sepatu di luar jadi dia baru lihat E nembak, belum liat Sambo nembak. Inilah masalahnya kalau kita sangat bergantung keterangan,” ujar Taufan.
 
Pun demikian dalam membuktikan pelaku penembak Brigadir J yang dinilai Komnas HAM akan rumit membuktikan bahwa Ferdy Sambo ikut menembak.
 
“Itu berdasarkan autopsi, tembakan yang fatal ada dua, di kepala dan dada kanan. Di bahu, recoset peluru mantul ke daerah mata tapi itu gak fatal. Pertanyaannya, yang membak kepala dan dada siapa? Gak bisa (dijawab) kan? Karena saksinya satu lawan satu,” ujar Taufan.
 
“Saya kasih permisalan, bisa saja Ferdy Sambo menyuruh nembak ‘Tembak Chard, tembak Chard’, bisa saja Sambo ngelak ‘Kan saya nyuruh nembak bukan bunuh’, kan gitu, ini permisalan,” ujarnya.
 
Komnas HAM juga mendapatkan perbedaan keterangan antara Ferdy Sambo dan Bharada E ketika berada di lantai tiga rumah pribadi di Jalan Saguling, Jakarta Selatan. 
 
Saat itu, rombongan Putri Candrawathi tiba di rumah pribadi.
 
Putri, Brigadir Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf dan Bharada E langsung naik ke lantai tiga atas perintah Ferdy Sambo kecuali Brigadir J.
 
Di sana, Ferdy Sambo mendengarkan cerita Putri yang diduga menjelaskan peristiwa dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J di Magelang. 
 
Setelah mendengarkan cerita Putri, Ferdy Sambo memerintah Ricky untuk menembak Brigadir J namun perintah itu ditolak.
 
Ferdy Sambo kemudian menunjuk Bharada E untuk menjadi eksekutor, tawaran itu pun diterima.
 
“Di lantai 3 diakui FS menyuruh Rizhard menembak, tapi ada perbedaan pandangan, Richard bilang juga disuruh mengisi amunisi, sementara FS bilang tidak ada perintah mengisi amunisi. Richard mengisi amunisi atas inisiatifnya sendiri atau atas perintah? Berbeda loh,” ujar Taufan.
 
Untuk membuktikan hal ini, lagi - lagi tak ada bukti yang kuat. Jika pengadilan nanti hanya berdasarkan dengan keterangan saksi, Taufan menjamin hukum akan memberatkan Bharada E semata.
 
Peluang Ferdy Sambo lainnya adalah pembuktian bahwa ia ikut menembak setelah Bharada E melepaskan tembakan ke tubuh Brigadir J. Komnas HAM menemukan adanya tiga jenis peluru di lokasi kejadian.
 
“Hasil autopis juga menunjukan lubang peluru di tubuh Yoshua juga tak sama, ada yang besar ada yang kecil. Artinya pelaku tidak satu orang, lalu siapa orang itu? Sambo gak mau ngakui, jadi kan harus ada alat bukti lainnya seperti sidik jari, tapi kan dia waktu itu pakai sarung tangan itu, sangat pinter dia ngelak itu,” ujar Taufan.
 
Taufan juga membeberkan bahwa adanya dugaan tiga penembak Brigadir J. 
 
Temuan itu berdasarkan tembakan dari depan di daerah dada, tembakan dari belakang di kepala dan tembakan di bahu dari samping kiri.
 
“Kalau dilihat dari tembakan itu berartikan dia ditembak dari beberapa posisi yang berbeda. Apakah penembaknya berpindah - pindah? Atau posisi Yoshuanya yang bergeser ke sama kemari?,” ujar Taufan.
 
“Tiga peluru, luka tembak di berbagai sudut, kalau nembak semua dari depan kok ada tembakan dari belakang? Tembakan belakang itu lurus loh masuknya,” ujarnya.
 
Komnas HAM menyayangkan penyidik tidak mendapatkan CCTV di dalam rumah dinas Ferdy Sambo. Komnas HAM meyakini CCTV itu tidak rusak sebelum peristiwa itu terjadi.
 
Sebab, Komnas HAM menemukan decorder CCTV di dalam kamar Putri Candrawathi berserakan.
 
“Yang kami lihat decordernya bertebaran di situ di dalam kamar. Kalau rusak kenapa bertebaran di dalam kamar untuk apa? Ini perlu didalami lagi,” ujar Taufan.
 
Selain CCTV, Komnas HAM sebut penyidik seharusnya mendapatkan handphone Brigadir J yang telah hilang dan diganti oleh Ferdy Sambo. 
 
Tidak hanya handphone Brigadir J, handphone para tersangka juga seharusnya dipastikan itu adalah benar - benar milik para tersangka.
 
“Itu sangat mungkin di situ ada rencana pembunuhan. Bisa juga di sana ada motif lain yang mendasari pembunuhan. Tapi alat komunikasi itu kan sampe sekarang belum ditemukan,” ujar Taufan.
 
Atas temuan tersebut, Komnas HAM mengimbau penyidik untuk melengkapi alat bukti pendukung adar dakwaan terhadap Sambo tidak mengecewakan.
 
“Supaya dakwaan terhadap FS itu telak, gak bisa digoyang - goyang dengan mengubah keterangan. Kita gak tau di pengadilan nanti siapa yang mengubah keterangan. Sangat berbahaya akhirnya pengadilan sangat panjang, hakim kesulitan untuk membuat vonis. Padahal kita berkeyakinan, FS inilah otak pembunuhan,” ujarnya.
 
Pengacara Bharada E, Ronny Talapesy meyakini kliennya selama proses pembunuhan berencana Brigadir J dalam pengaruh tekanan dan perintah Ferdy Sambo. 
 
Ia pun akan membuktikan di pengadilan bahwa Bharada E bukan hanya diperintah untuk menembak, tapi juga membunuh Brigadir J.
 
Ronny juga meyakini bahwa Sambo memerintah Bharada E untuk mengisi amunisi di lantai tiga rumah Sambo sebelum penembakan.
 
 
“Nanti kita buka di pengadilan,” ujar Ronny.
 
Namun demikian, ia membantah pernyataan Komnas HAM jika ada tiga penembak Brigadir J. 
 
Ia memastikan, berdasarkan keterangan kliennya, hanya Bharada E dan Sambo yang melakukan penembakan.
 
“Pak Ketua Komnas HAM gak bisa sepotong - sepotong, harus utuh. Ini kan peoses kejadian dari penyidik sudah utuh, pengenaan pasal kan sudah. Kan kita gak sembarangan ngasih orang pasal kan,” ujar Ronny.
 
“Buat lembaga negara harus sesuai alat bukti. Kalau klien saya menyampaikan konsisten seperti itu (hanya dua penembak). Jawaban saya ada kronologi dari Saguling ke Duren Tiga, kan ada proses RR dipanggil, kemudian RR memanggil klien saya. Jadi ini jangan dilihat hanya di Duren Tiga, harus dilihat utuh,” ujarnya.
 
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menutup peluang Ferdy Sambo untuk lolos dari Pasal 340 KUHP pembunuhan berencana. 
 
Sebab, berdasarkan rangkaian peristiwa terdapat proses perencanaan, dimana Ferdy Sambo sempat menyuruh Ricky dan ditolak, kemudian kembali menyuruh Bharada E.
 
“Ada selang waktu untuk memutuskan jadi ditembak atau tidak jadi ditembak. Dalam kata lain ada selang waktu untuk merencanakan, tergantung jaksanya aja,” ujar Fickar.
 
Lagi pula, ia yakin penyidik tidak akan sembarangan dalam menerapkan Pasal 340 subsider 338 jo 55 dan 56 KUHP terhadap Sambo dan empat tersangka lainnya.
 
“Polisi sudah mengkonstruksikan bahwa pembunuhan itu dilakukan berencana. Melanggar Pasal 340 tapi juga dilapis oleh Pasal 338 pembunuhan spontan dan dilapis Pasal 55 dilakukan tidak sendiri, Pasal 56 ada pembantunya jadi itu sudah dijaring oleh polisi itu semua. Nantikan bisa dibuktikan mana yang terbukti, pembunuhan spontan atau pembunuhan berencana,” ujar Fickar.
 
Fickar menegaskan bahwa tidak sembarang menerima pelimpahan berkas penyidik. 
 
Buktinya, berkas tersangka sempat dikembalikan ke penyidik Bareskrim Polri untuk dilengkapi sesuai petunjuk.
 
“Artinya jaksa merasa belum cukup untuk memperkuat dakwaan primer 340 subsider 338 jo 55 dan 56 KUHP,” ujarnya.***
 
 
 

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x