Ahli: Richard Eliezer Berpeluang Bebas dari Pembunuhan Berencana Yosua

- 30 Desember 2022, 12:42 WIB
Albert Aries menjadi saksi Pro Bono atau gratis dalam persidangan lanjutan Bharada E untuk meringankannya.
Albert Aries menjadi saksi Pro Bono atau gratis dalam persidangan lanjutan Bharada E untuk meringankannya. /PMJ News
 
 
BERITA KBB - Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E berpeluang bebas dari pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. 
 
Hal itu disampaikan oleh pakar hukum pidana Albert Aries, saat hadir sebagai saksi ahli pidana yang meringankan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 28 Desember 2022.
 
Albert yang juga merupakan anggota Tim Pembahas sekaligus Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dihadirkan tim penasihat hukum Bharada E.
 
 
Awalnya, Albert dimintai pendapatnya terkait dengan seseorang apakah bisa terbebas dari jeratan pidana.
 
"Jika suatu perbuatan pidana seseorang telah memenuhi unsur-unsur dari suatu tindak pidana apakah hukum pidana memungkinkan pengecualian atau alasan penghapus pidana?" tanya Penasihat Hukum, Ronny Talapessy.
 
Albert menjabarkan kalau seseorang bisa terbebas dari jeratan hukum pidana apabila dalam kondisi sesuai dengan Pasal 44 KUHP soal keadaan jiwa pelaku tindak pidana, Pasal 48 KUHP soal keadaan terpaksa atau overmacht atau keadaan darurat. Lalu, pasal 49 KUHP terkait tindakan pidana yang dilakukan karena terpaksa akibat serangan atau ancaman serangan.
 
"Jadi 48 terpaksa, 49 terpaksa dan pasal 51 yang terakhir tentang perintah jabatan atau ambtelijk bevel seseorang melakukan perbuatan pidana karena diberikan perintah jabatan oleh penguasa atau pejabat yang berwenang," jelas Albert.
 
Setelah mendengar penjelasan itu, Ronny lantas menanyakan perihal Pasal 51 Ayat 1 KUHP terkait perbuatan pidana atas perintah atasan atau jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dapat dipidana.
 
"Jika yang ditanyakan penasihat hukum Pasal 51 ayat 1 maka redaksionalnya adalah tidak dipidana orang yang melakukan perbuatan suatu tindak pidana karena adanya perintah jabatan atau ambtelijk bevel yang diberikan oleh penguasa yang berwenang," kata dia.
 
Albert sempat mengutip pendapat dari Profesor Jacob Maarten Van Bemmelen seorang ahli hukum pidana asal Belanda.
 
"Ketika seseorang menerima perintah jabatan dari penguasa atau pejabat yang berwenang maka sesungguhnya Prof Van Bemmelen dalam bukunya hukum pidana 1 mengatakan si penerima perintah ini sesungguhnya dalam keadaan terpaksa," jelasnya.
 
"Karena dia menghadapi konflik, apa itu konfliknya? Konfliknya adalah di satu sisi dia tidak boleh melakukan suatu tindak pidana dan kemungkinan kalau dia melakukan tindak pidana dapat dipidana. Tapi di satu sisi ada perintah jabatan yang harus ditaati atau dilaksanakan oleh si penerima perintah tersebut," jelasnya.
 
 
Sehingga, dari pengertian yang dijabarkan Albert dalam konteks perkara pembunuhan berencana Brigadir J. Bharada E dihadapkan dua konflik soal perbuatan pidana yang seharusnya dihindari namun satu sisi perintah itu datang atas asas jabatan atasan yang harus ditaati.
 
“Baik, sebagai tim pembahas dan tim sosialisasi RKUHP bagaimana rumusan perintah jabatan sebagai alasan pembenar dalam KUHP yang baru saja disahkan? Meski KUHP nasional tersebut baru akan berlaku tiga tahun kemudian,” tanya lagi Ronny.
 
“Dari Pasal 51 itu mengatakan tidak dipidana atas suatu perbuatan. Tapi kalau kita cermati lebih lanjut. Jadi perbuatan ini sebenarnya perbuatan pidana maka dari itu dalam Pasal 51,” ujar Albert.
 
“Dalam Pasal 51 ayat 1 ini yang dihapuskan adalah elemen melawan hukum. Berarti sebenernya ada suatu perbuatan melawan hukum di sana tapi memang rumusan masalahnya adalah perbuatan. Nah dalam KUHP yang baru saja disahkan meskipun daya lakunya tiga tahun kemudian tapi sekiranya ada nilai hukum yang kita bisa gali di sini,” imbuhnya.
 
“Dalam Pasal 32 KUHP baru, setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang, jadi KUHP yang baru secara expressis verbis, menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang karena adanya perintah jabatan, maka dia tidak dipidana,” ujarnya.
 
“Jadi ada penegasan dalam KUHP bahwa perbuatan yang dimaksud dalam perintah jabatan adalah perbuatan yang dilarang atau sebagai perbuatan yang melawan hukum,” ujar Albert.
 
 

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x