Perppu Cipta Kerja Tetapkan Libur Karyawan Hanya 1 Hari Dalam Sepekan

- 3 Januari 2023, 08:44 WIB
Perppu Cipta Kerja Tetapkan Libur Karyawan Hanya 1 Hari Dalam Sepekan
Perppu Cipta Kerja Tetapkan Libur Karyawan Hanya 1 Hari Dalam Sepekan //Pixabay/succo
 
 
BERITA KBB - Publik akhirnya bisa mengakses naskah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 mengenai Cipta Kerja tepat pada Minggu, 2 Januari 2023. 
 
Bila melihat isinya, tak banyak berubah antara Perppu Cipta Kerja dengan UU nomor 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja.
 
Jumlah halaman naskah UU Ciptaker mencapai 1.187. Sedangkan, Perppu Cipta Kerja mencapai 1.117 halaman. 
 
Salah satu poin yang kini sedang disorot oleh publik yakni soal kebijakan di mana pemerintah menghapus waktu istirahat mingguan dari semula dua hari dalam satu minggu, menjadi satu hari saja. Namun, aturan serupa sudah ada sejak UU Ciptaker disahkan pada 2020 lalu.
 
 
Di dalam Perppu, hal itu diatur di dalam pasal 79. Pasal itu berisi 'pengusaha wajib memberi (1) waktu istirahat, (2) waktu cuti'. Di ayat dua tertulis 'waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja atau buruh paling sedikit meliputi (a) istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk ke dalam jam kerja. (b) istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.'
 
Padahal, di dalam aturan UU Ketenagakerjaan lama nomor 13 tahun 2009 tentang ketenagakerjaan, pekerja, karyawan, atau buruh masih berhak mendapatkan waktu libur dua hari dalam satu minggu. Hal itu tertuang di dalam Pasal 79. 
 
"Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu," demikian isi ketentuan di UU Ketenagakerjaan yang lama.
 
 
Lalu, apa yang akan dilakukan oleh pekerja atau buruh usai mengetahui isi Perppu tidak terlalu banyak berubah dan tetap merugikan mereka?
 
Presiden Asosiasi Pekerja (ASPEK) Indonesia, Mirah Sumirat, mengatakan tidak ada perbedaan berarti di dalam Perppu Cipta Kerja. 
 
Isinya, kata dia, mayoritas menyalin dari UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2021 lalu. 
 
"Isi Perppu Cipta Kerja ini kan sekedar copy paste dari UU Cipta Kerja yang sudah kami tolak sejak awal pembahasan sampai kemudian disahkan," ungkap Mirah kepada media pada Minggu, 1 Januari 2023.
 
Ia mengatakan ASPEK Indonesia akan merespons Perppu itu dengan turun ke jalan dan menggelar aksi unjuk rasa besar - besaran. 
 
 
Sebab, pemerintah tidak memikirkan kesejahteraan nasib pekerja dan cenderung memihak para pengusaha serta investor. 
 
Di sisi lain, Mirah menduga kuat alasan kegentingan yang dimaksud oleh pemerintah mengeluarkan Perppu yakni karena pada 2023 sudah memasuki tahun politik. 
 
Sementara, pengusaha membutuhkan jaminan kepastian hukum usai UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional sementara. 
 
"Ini dugaan saya karena terdesak lantaran tahun 2023 sudah masuk tahun politik, mereka gak mau juga menghasilkan regulasi yang dikhawatirkan bisa menurunkan elektabilitas partai politiknya," tutur dia. 
 
Editor’s picksDaftar Angkutan Umum Beroperasi hingga Dini Hari saat Malam Tahun BaruGanjar Disentil Publik Gegara Pugar Rumah Kader PDIP Pakai Dana BaznasKapolri Minta Maaf soal Kasus Yosua, Kanjuruhan dan Teddy Minahasa
 
Sementara, menurut ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, tidak ada kegentingan yang dirasakan di Tanah Air sehingga pemerintah harus mengeluarkan Perppu. 
 
Ia juga menyebut keadaan mendesak bukan datang dari luar Indonesia. Desakan itu muncul dari pengusaha yang gamang lantaran tak ada kepastian terkait implementasi UU Cipta Kerja. 
 
"Karena bedakan antara desakan pengusaha, kegentingan pengusaha, dengan kegentingan yang diisyaratkan dalam pasal 22 UUD 1945. Aturan itu kan yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan Perppu. Kalau dilacak pasal 22 UUD 1945 dibuat karena ada situasi yang dialami oleh Indonesia sendiri," ungkap Bivitri.
 
Ia memberikan contoh negara terdekat Indonesia berperang sehingga dampaknya terasa hingga ke Tanah Air, maka DPR nya tidak bisa menggelar sidang. 
 
Sementara, bila tahun depan terjadi resesi ekonomi, parlemen tetap bisa menggelar sidang dan membahas undang - undang. 
 
"Jadi, kegentingan memaksa seperti yang dibayangkan oleh pembuat UUD dan para pendiri bangsa ini, situasi ini gak ada sebenarnya. Karena resesi ekonomi tidak tepat dijadikan alasan untuk mengeluarkan Perppu. Kan tidak tiba - tiba hari ini resesi lalu keesokan harinya negara ini akan bangkrut," ujarnya. 
 
Ia juga menduga kuat sejak awal pemerintah tidak memiliki itikad baik dengan menerbitkan Perppu di hari terakhir kerja tahun 2022. 
 
"Mungkin untuk meredam aksi protes yang mungkin terjadi itu makanya diumumkan di suasana sedang libur," ujarnya.
 
Sementara, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi mengatakan Perppu tentang Cipta Kerja bakal dibahas usai masa reses berakhir. Rencananya parlemen kembali bersidang pada pertengahan Januari 2023. Di sana, DPR bakal mengambil keputusan apakah Perppu yang diumumkan pada Jumat 30 Desember 2022 bakal diterima atau tidak. 
 
"Itu pembahasannya pada sidang yang akan datang. Tentu, kami belum bisa bersikap pada hari ini," ungkap Baidowi ketika dihubungi oleh media pada Jumat. 
 
Lebih lanjut, menurut Baidowi, tugas dan wewenang DPR terkait Perppu hanya ada dua yakni menerima atau menolak. 
 
Oleh sebab itu, ia mengaku tidak bisa berkomentar lebih banyak mengenai isi Perppu Cipta Kerja. 
 
"Ya, kan ruangnya hanya di situ saja. Entah merespons menolak atau menerima (Perppu)," tutur dia. 
 
Bivitri pun pesimistis DPR bakal menolak Perppu Cipta Kerja. Sebab, seperti yang telah diketahui mayoritas fraksi yang ada di parlemen berkoalisi dengan pemerintah.
 
Jumlahnya mencapai 82 persen. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi bisa dengan santai mengabarkan penerbitan Perppu melalui telepon.
 
"Makanya saya katakan pemerintahan Jokowi ini telah melakukan langkah culas dalam demokrasi. Saya katakan culas karena Perppu itu dikeluarkan di saat mayoritas orang sedang berlibur, seakan - akan ada keadaan yang genting dan memaksa, padahal enggak sama sekali," ungkap Bivitri.
 
Ia menduga kuat pembahasan mengenai Perppu Cipta Kerja sudah lama dilakukan. Sehingga, tidak ada kepentingan apapun yang memaksa sehingga harus dibuat Perppu. Bahkan, salah satu skenarionya diduga kuat dimulai dari pemecatan Hakim MK, Aswanto dan digantikan oleh Guntur Hamzah. 
 
"Jadi, saya menduga semua langkah itu disiapkan untuk ini semua (mengesahkan Perppu Cipta Kerja)," ujarnya.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x