Tuai Protes, Buruh Akan Turun ke Jalan Menuntut Perppu Cipta Kerja Dicabut

- 3 Januari 2023, 10:04 WIB
Ilustrasi buruh./
Ilustrasi buruh./ /Antara Foto/Hafidz Mubarak A
 
 
BERITA KBB - Presiden Joko Widodo menanggapi dengan santai soal respons publik terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 mengenai Cipta Kerja. 
 
Publik mulai memprotes Perppu tersebut lantaran dinilai sekedar akal - akalan pemerintah agar UU Cipta Kerja tetap bisa gol. 
 
Sebelumnya, undang - undang tersebut dinyatakan inkonstitusional pada 2021 oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 
 
 
"Ya, biasa dalam setiap kebijakan keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra. Tapi, semua bisa kita jelaskan," ungkap Jokowi ketika blusukan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Senin, 2 Desember 2023. 
 
Sementara, Asosiasi Pekerja (ASPEK) Indonesia mengatakan mereka bakal merespons Perppu Cipta Kerja dengan turun ke jalan dan berunjuk rasa. Mereka akan menuntut kepada Jokowi supaya mencabut Perppu nomor 2 tahun 2022. 
 
"Kami akan turun ke jalan dan berunjuk rasa memprotes itu," tutur Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat. 
 
Di sisi lain, Mirah menduga kuat alasan kegentingan yang dimaksud oleh pemerintah mengeluarkan Perppu yakni karena pada 2023 sudah memasuki tahun politik. 
 
Sementara, pengusaha membutuhkan jaminan kepastian hukum usai UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional sementara. 
 
"Ini dugaan saya karena terdesak lantaran tahun 2023 sudah masuk tahun politik, mereka gak mau juga menghasilkan regulasi yang dikhawatirkan bisa menurunkan elektabilitas partai politiknya," ujarnya. 
 
Ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan usai diumumkan maka Perppu tersebut harus dibahas dengan DPR. 
 
Parlemen memiliki hak untuk menolak atau menerima Perppu tersebut. Bila diterima, maka Perppu itu akan disahkan menjadi undang - undang baru. 
 
Meski begitu, Bivitri pesimistis DPR akan mendengarkan aspirasi publik dan menolak Perppu tersebut. Sebab, seperti yang telah diketahui mayoritas fraksi yang ada di parlemen berkoalisi dengan pemerintah.
 
Jumlahnya mencapai 82 persen. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi bisa dengan santai mengabarkan penerbitan Perppu melalui telepon.
 
"Makanya saya katakan pemerintahan Jokowi ini telah melakukan langkah culas dalam demokrasi. Saya katakan culas karena Perppu itu dikeluarkan di saat mayoritas orang sedang berlibur, seakan - akan ada keadaan yang genting dan memaksa, padahal enggak sama sekali," ungkap Bivitri.
 
Ia menduga kuat pembahasan mengenai Perppu Cipta Kerja sudah lama dilakukan. Sehingga, tidak ada kepentingan apapun yang memaksa sehingga harus dibuat Perppu.
 
Bahkan, salah satu skenarionya diduga kuat dimulai dari pemecatan Hakim MK, Aswanto dan digantikan oleh Guntur Hamzah. 
 
Aswanto adalah salah hakim MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. 
 
"Jadi, saya menduga semua langkah itu disiapkan untuk ini semua (mengesahkan Perppu Cipta Kerja)," ujarnya.
 
Sementara, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi mengatakan Perppu tentang Cipta Kerja bakal dibahas usai masa reses berakhir. 
 
Rencananya parlemen kembali bersidang pada pertengahan Januari 2023. Di sana, DPR bakal mengambil keputusan apakah Perppu yang diumumkan pada Jumat 30 Desember 2022 bakal diterima atau tidak. 
 
"Itu pembahasannya pada sidang yang akan datang. Tentu, kami belum bisa bersikap pada hari ini," ungkap Baidowi ketika dihubungi oleh media pada pekan lalu. 
 
Lebih lanjut, menurut Baidowi, tugas dan wewenang DPR terkait Perppu hanya ada dua yakni menerima atau menolak. 
 
Oleh sebab itu, ia mengaku tidak bisa berkomentar lebih banyak mengenai isi Perppu Cipta Kerja. 
 
"Ya, kan ruangnya hanya di situ saja. Entah merespons menolak atau menerima (Perppu)," tutur dia.
 
 
Lebih lanjut, Bivitri menilai tidak ada kegentingan yang dirasakan di Tanah Air sehingga pemerintah harus mengeluarkan Perppu Cipta Kerja. 
 
Ia juga menyebut keadaan mendesak bukan datang dari luar Indonesia. Desakan itu muncul dari pengusaha yang gamang lantaran tak ada kepastian terkait implementasi UU Cipta Kerja. 
 
"Karena bedakan antara desakan pengusaha, kegentingan pengusaha, dengan kegentingan yang diisyaratkan dalam pasal 22 UUD 1945. Aturan itu kan yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan Perppu. Kalau dilacak pasal 22 UUD 1945 dibuat karena ada situasi yang dialami oleh Indonesia sendiri," ujar Bivitri. 
 
Ia memberikan contoh negara terdekat Indonesia berperang sehingga dampaknya terasa hingga ke Tanah Air, maka DPR nya tidak bisa menggelar sidang. 
 
Sementara, bila tahun depan terjadi resesi ekonomi, parlemen tetap bisa menggelar sidang dan membahas undang - undang. 
 
"Jadi, kegentingan memaksa seperti yang dibayangkan oleh pembuat UUD dan para pendiri bangsa ini, situasi ini gak ada sebenarnya. Karena resesi ekonomi tidak tepat dijadikan alasan untuk mengeluarkan Perppu. Kan tidak tiba - tiba hari ini resesi lalu keesokan harinya negara ini akan bangkrut," ujarnya. 
 
Ia juga menduga kuat sejak awal pemerintah tidak memiliki itikad baik dengan menerbitkan Perppu di hari terakhir kerja tahun 2022. 
 
"Mungkin untuk meredam aksi protes yang mungkin terjadi itu makanya diumumkan di suasana sedang libur," ujarnya. 
 
Sementara, menurut LBH Jakarta, alasan pemerintahan Jokowi membawa dampak perang Rusia-Ukraina sebagai pemicu untuk merilis Perppu, dinilai hanya mengada - ada. 
 
Mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, menentukan dua kriteria Perppu bisa dirilis. 
 
Pertama, ada krisis dan suatu gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak. 
 
Kedua, kemendesakan ini dapat terjadi apabila berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan atau pengaturan segera tanpa menunggu permusyawaratan lebih dulu. 
 
"Penerbitan Perppu, seharusnya tidak menjadi alat kekuasaan presiden semata, walaupun merupakan kekuasaan absolut yang dibenarkan oleh konstitusi. Penerbitan Perppu harus menjadi wewenang bersyarat bukan wewenang yang secara hukum umum melekat pada presiden," demikian ujar LBH Jakarta dalam pernyataan tertulis pada Minggu, 1 Desember 2023. 
 
Mereka menambahkan alasan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, perang Rusia-Ukraina dampaknya sangat jauh bila dilihat dari kedekatan teritorial maupun sosial - ekonomi - politik. "Justru pernyataan Airlangga sarat akan kepentingan pengusaha. Proses pembentukan undang - undang pun masih dapat dilaksanakan secara biasa atau normal seperti syarat yang ditentukan di dalam Pasal 22 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 138/PUU-VII/2009," ujar mereka.***

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x