Pembunuhan Brigadir J: Dilema Motif Perselingkuhan dengan Pemerkosaan

- 22 Januari 2023, 10:23 WIB
Ibunda dan ayah Brigadir J saat di persidangan.
Ibunda dan ayah Brigadir J saat di persidangan. /PMJ News.
 
 
BERITA KBB - Tak ada kejahatan yang sempurna. Motif pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J diyakini Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena adanya perselingkuhan antara Putri Candrawathi dengan Yosua di Magelang, Jawa Tengah, pada Kamis, 7 Juli 2022.
 
Peristiwa Magelang yang diklaim adanya kekerasan seksual oleh Yosua terhadap Putri pun membuyarkan skenario dua babak Ferdy Sambo tentang polisi tembak polisi di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
 
Dalam kasus ini, Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara. Polisi berpangkat Bharada itu disebut jaksa sebagai eksekutor pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atas perintah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
 
 
Tuntutan Bharada E lebih berat ketimbang Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal yang hanya dituntut 8 tahun. Sementara, Ferdy Sambo harus membayar nyawa Yosua dengan tuntutan hukuman penjara seumur hidup.
 
Motif pembunuhan berencana yang diyakini jaksa tersebut telah membuat Sambo meradang dan menjadi eksekutor terakhir terhadap Yosua dengan melesakkan dua tembakan di kepala ajudannya itu.
 
“Fakta hukum, bahwa benar pada Kamis, 7 Juli 2022 sekira sore hari di rumah Ferdy Sambo di Magelang, terjadi perselingkuhan antara korban Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan Putri Candrawathi,” ujar jaksa membacakan tuntutan terdakwa Kuat Ma’ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin 16 Januari 2023.
 
Jaksa menjelaskan, adanya perselingkuhan Putri dengan Yosua disimpulkan dari keterangan Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ahli Poligraf, Aji Febrianto.
 
“Bahwa benar korban Yosua keluar dari kamar Putri Candrawathi di lantai dua rumah Magelang dan diketahui Kuat Ma’ruf sehingga terjadi keributan antara terdakwa Kuat Ma’ruf dengan korban Yosua yang membuat Kuat mengejar Yosua dengan menggunakan pisau dapur,” ujar jaksa.
 
Setelah mengejar Yosua, Kuat kemudian menyarankan Putri melapor kepada Sambo agar tak ada duri dalam rumah tangga mereka. 
 
Menurut jaksa, hal itu mengindikasikan bahwa Kuat mengetahui perselingkuhan antara Putri dengan Yosua.
 
"Duri yang dimaksud adalah korban Yosua Hutabarat sehingga dari rangkaian dapat dinilai sebenarnya terdakwa Kuat Ma'ruf sudah mengetahui hubungan antara saksi Putri Candrawathi dan korban Yosua Hutabarat yang menjadi pemicu terampasnya nyawa korban Yosua Hutabarat," imbuhnya.
 
Adapun hal yang membuat janggal jaksa adalah Putri Candrawathi tidak melakukan visum setelah mengklaim terjadinya pemerkosaan. 
 
Padahal, ia memiliki latar belakang sebagai dokter dan memiliki suami yang lama bekerja di reserse.
 
Selain itu, yang paling membuat janggal adalah ketika Putri memanggil Yosua dan berbicara empat mata di dalam kamar selama 10 hingga 15 menit usai adanya klaim bahwa ia mengalami kekerasan seksual oleh Yosua.
 
Aksi main belakang Putri ditengarai jadi pemantik kemarahan jenderal bintang dua terhadap anak buahnya itu. 
 
Ferdy Sambo rela menjadi eksekutor terakhir dengan melepaskan dua tembakan ke kepala Yosua.
 
Sambo memastikan Yosua tewas setelah sekarat akibat tiga hingga empat kali tembakan Richard Eliezer alias Bharada E yang diperintahkannya menembak lebih dahulu.
 
“Bahwa sesuai fakta persidangan, berdasarkan keterangan saksi Richard Eliezer, kemudian saksi Ferdy Sambo menghampiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan,” ujar jaksa.
 
“Lalu untuk memastikan benar - benar tidak bernyawa lagi, saksi Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan, memegang senjata api dan menembak sebanyak dua kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban sehingga korban meninggal dunia,” imbuhnya dalam tuntutan terdakwa Ricky Rizal yang dibacakan di PN Jaksel, Senin.
 
Tembakan Ferdy Sambo tersebut menembus kepala bagian belakang sisi kiri Yosua melalui hidung yang mengakibatkan adanya luka bakar pada hidung bagian kiri karena lintasan anak peluru.
 
“Dan rusaknya tulang dasar tengkorak pada dua tempat yang mengakibatkan kerusakan tulang dasar rongga bola mata bagian kanan dan menimbulkan resapan darah pada kelopak bawah mata kanan yang lintasan anak peluru telah menimbulkan kerusakan pada batang otak,” pungkasnya.
 
Pengacara Putri Candrawathi, Arman Hanis, mengatakan, tuntutan JPU yang menyebut kliennya selingkuh dengan Yosua bersifat asumsi.
 
“Tuntutan JPU bersifat asumsi, hanya didasarkan pada poligraf yang cacat hukum dan bertentangan dengan dua alat bukti yang muncul di sidang,” ujar Arman.
 
Arman mengatakan, asumsi - asumsi yang dimunculkan di dakwaan diperparah dengan tuduhan tidak berdasar terhadap apa yang didakwakan kepada kliennya itu.
 
“Sejumlah bagian dari tuntutan benar-benar bertentangan dengan bukti yang muncul di persidangan. Salah satu di antaranya adalah tuduhan perselingkuhan pada tanggal 7 Juli 2022,” ujar Arman.
 
Tuduhan itu, kata dia, hanya didasarkan pada hasil poligraf yang cacat hukum dan bertentangan dengan dua alat bukti yang dihadirkan oleh jaksa, yaitu Ahli Psikologi, Reni Kusumowardhani dan hasil pemeriksaan psikologi forensik Nomor: 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022.
 
“Hasil pemeriksaan psikologi forensik tersebut yang ditegaskan ahli, justru mengatakan bahwa keterangan Bu Putri tentang adanya kekerasan seksual layak dipercaya atau bersesuaian dengan 7 indikator keterangan yang kredibel. Jadi, bagaimana mungkin jaksa secara tiba - tiba membuat kesimpulan sendiri hanya berdasarkan poligraf yang cacat hukum? Ini betul-betul sebuah tragedi dalam logika dan penegakan hukum,” ujar Arman.
 
Selain itu, keterangan saksi lainnya, yakni Susi dan Kuat Ma’ruf yang menerangkan soal kondisi Putri yang pingsan di luar kamar setelah kejadian.
 
“Bahkan, kesaksian Richard Eliezer juga mengatakan Bu Putri menelepon dalam keadaan menangis dan meminta Ricky dan Richard kembali ke rumah,” ujar Arman.
 
Oleh karena itu, asumsi yang dibangun dalam tuntutan, menurut Arman jadi preseden buruk ke depan terhadap korban kekerasan seksual.
 
“Kami memandang, asumsi yang bertentangan dengan bukti tersebut membuat korban menjadi korban berulang kali, double victimization,” ujar Arman.
 
“Meskipun dalam sebuah persidangan sikap penasihat hukum bisa saja berbeda dengan JPU, namun dari perspektif upaya pencapaian keadilan dan kebenaran, asumsi - asumsi yang dibangun JPU merupakan catatan gelap upaya penegakan hukum yang patut disayangkan,” lanjutnya.
 
Arman juga menyebut tuntutan jaksa yang meyakinkan kliennya ikut menembak dua kali ke kepala Brigadir J adalah asumsi kosong.
 
“Dari catatan kami, semakin banyak asumsi kosong yang dibangun sejak dari dakwaan sampai tuntutan. Awalnya kami pikir, jaksa akan memperhatikan fakta sidang terkait hal ini, tapi ternyata tuntutan juga seperti masih bersandar di dahan yang lapuk,” ujar Arman.
 
Arman menjelaskan, jaksa yang menyebut Ferdy Sambo ikut menembak Yosua hanya berdasarkan keterangan satu saksi, yakni Richard Eliezer alias Bharada E.
 
“Jaksa mengambil kesimpulan hanya dengan keterangan satu saksi sebagai landasan keyakinannya. Bukti - bukti terkait berbagai tuduhan kepada klien kami tidak terbukti dan bertentangan dengan dakwaan,” ujar Arman.
 
Berdasarkan fakta persidangan, Arman juga menyebut tidak ditemukan adanya DNA Ferdy Sambo.
 
“Kesaksian terkait sarung tangan juga tidak terbukti sehingga kami ingin tahu atas dasar alat bukti mana yang dipakai JPU dalam membuat kesimpulan tersebut yang dapat dipertanggungjawabkan? Ferdy Sambo tidak ikut menembak, tegas sejak awal tidak pernah berubah,” ujarnya.
 
Dalam tuntutan, Arman juga melihat jaksa pilih-pilih terkait hasil poligraf.
 
“Dalam tuntutan kepada terdakwa KM, JPU pakai hasil poligraf yang faktanya, prosesnya cacat hukum, tetapi hasil poligraf RR tidak dipakai terkait FS tidak ikut menembak, di mana hasil tersebut RR disebut jujur. Kami tidak kaget dengan tuduhan tersebut,” pungkasnya.
 
Sementara itu, Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri, mengungkapkan ketidakpercayaannya tentang motif kekerasan seksual apalagi perselingkuhan antara Yosua dan Putri. 
 
Ia justru menyebut adanya kemungkinan bahwa Yosua merupakan korban kekerasan seksual oleh Putri atas relasi kuasa.
 
 
Reza menjelaskan, perselingkuhan menurut psikologi adalah relasi seksual terlarang yang mau sama mau atau konsensual seks.
 
“Pertanyaannya, apakah Yosua dan Putri memiliki kemungkinan itu? Sulit bagi saya untuk menerima kesimpulan jaksa sedemikian rupa karena Putri dan Yosua ini tidak ada dalam posisi yang setara, yang satu adalah ajudan, satunya adalah istri komandan bintang dua,” ujar Reza.
 
Alasan kedua Reza menolak adanya perselingkuhan adalah karena Yosua sudah memiliki calon istri.
 
“Calon istri di mata saya paling tidak lebih atraktif,” ujarnya.
 
Selebihnya, Yosua juga sedang membangun karir di Korps Bhayangkara dengan mengikuti pendidikan.
 
“Nah dengan sebagian agenda penting di kehidupannya itu, menurut saya apa urgensinya kemudian Yosua memacari, menyelingkuhi, notabene istri jenderal bintang dua? Terlalu berisiko,” paparnya.
 
Namun begitu, sejak awal Reza juga menolak adanya narasi seksual di balik peristiwa ini.
 
“Tapi, karena Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terus membangun dan mendesak narasi adanya kekerasan seksual, saya justru membayangkan bahwa relasi mereka yang timpang adanya relasi kuasa,” ujar Reza.
 
“Maka kemungkinan yang lebih besar adalah sekiranya terjadi kekerasan seksual di antara mereka, alih - alih Yosua diposisikan sebagai pelaku, tapi justru Yosua sebagai korban,” imbuhnya.
 
Reza mengatakan, teori relasi kuasa memandang bahwa pemerkosaan atau kekerasan seksual secara umum terjadi karena dilakukan oleh pihak yang kuat terhadap yang lemah.
 
“Yang dominan terhadap submisif, yang superior terhadap imperior, yang berkuasa terhadap yang dikuasai. Sekali lagi menurut saya, Yosua lah sosok yang imperior, sosok yang lemah, sosok yang submisif. Yosua lah yang dikuasai,” ujar Reza.
 
“Kalau kita katakan ada kekerasan seksual di antara mereka, maka saya jauh lebih besar memandang Yosua lah korban kekerasan seksual tersebut,” pungkasnya.
 
Reza pun menyarankan terdakwa Ferdy Sambo untuk melaporkan dugaan perselingkuhan istrinya, Putri Candrawathi dengan Yosua.
 
Sambo disarankan membuat dua laporan. Pertama, soal penipuan. Kedua, dugaan perzinahan Putri Candrawathi.
 
“Maka sepatutnya Ferdy Sambo melapor ke kepolisian terdekat. Kenapa? Karena kalau perselingkuhan diterjemahkan ke KUHP itu sama dengan perzinahan. Perzinahan itu sama dengan delik aduan,” ujar Reza.
 
Reza menjelaskan, laporan ini nantinya memungkinkan Ferdy Sambo lolos dari hukuman seumur hidup atau vonis hukuman mati. Ia pun meminta Sambo untuk segera membuat laporan ke Polres Magelang, Polda Jawa Tengah atau Mabes Polri.
 
“Dengan mengatakan, ‘saya adalah korban penipuan dan pelaku penipuannya istri saya sendiri’. Kalau nantinya hakim meyakini Ferdy Sambo adalah korban penipuan dan mengamini bahwa Putri Candrawathi adalah pelaku perzinahan, maka tidak menutup kemungkinan Ferdy Sambo nantinya punya novum, punya bukti baru untuk lolos dari lubang jarum,” ujar Reza.
 
Reza meyakini, saran soal laporan terhadap Putri juga sedang diperhitungkan Sambo. Meskipun, ia juga tak yakin adanya perselingkuhan atau kekerasan seksual yang terjadi di Magelang.
 
“Orang ini kan menghadapi ancaman hukuman seumur hidup, mungkin saja divonis mati. Saya yakin Ferdy Sambo tak mau menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara apalagi masuk liang lahat lebih segera, saya rasa dia tidak mau. Karena itu dia harus membela diri,” pungkasnya.
 
Sementara itu, Ferdy Sambo menyebut pemerkosaan terhadap istrinya, Putri Candrawathi di Magelang telah dibuktikan dengan keterangan ahli psikolog.
 
Oleh karena itu, ia yakin dan percaya terhadap Putri atas pengakuannya jika istrinya itu diperkosa Yosua di Magelang pada 7 Juli 2022.
 
“Sudah disampaikan di persidangan bahwa keterangan psikolog nih sudah jelas ada peristiwa di Magelang, pemerkosaan terhadap istri saya. Kalau ada orang yang gak percaya, saya berdoa semoga itu tidak terjadi kepada istri atau keluarganya,” ujar Ferdy Sambo dengan raut wajah yang marah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
 
Sebelumnya, Ahli Psikologi Forensik, Reni Kusumowardhani, menyebut, keterangan Putri Candrawathi bahwa dia diperkosa Brigadir Yosua di Magelang layak dipercaya.
 
Hal itu disampaikan Reni saat menjawab pertanyaan pengacara Putri Candrawathi, Febri Diansyah, di persidangan di PN Jaksel, Rabu 21 Januari 2023.
 
Reni menjelaskan, keterangan istri Ferdy Sambo itu soal peristiwa pelecehan seksual di Magelang memang layak dipercaya.
 
Adapun Reni dihadirkan JPU sebagai saksi ahli untuk terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
 
Setelah JPU selesai bertanya, hakim memberi kesempatan kepada pengacara terdakwa untuk bertanya kepada Reni.
 
Pengacara Putri Candrawathi, Febri Diansyah, bertanya tentang kebenaran keterangan Putri Candrawathi soal pelecehan seksual di Magelang. Reni kemudian menjelaskan perilaku Putri saat bicara tentang pelecehan itu.
 
“Saya rasa kapasitas kami menjelaskan, meng-clear-kan tentang perilakunya. Jadi artinya, apa yang disampaikan oleh Ibu Putri memang bersesuaian dengan kriteria yang kredibel terkait kekerasan seksual yang terjadi di Magelang menurut Ibu Putri,” ujarnya.
 
“Ini tentunya perlu didalami oleh hukum. Namun keputusan ini terjadi atau ini pasti tidak terjadi, tentu bukan dalam kapasitas kami. Memang ada petunjuk ke arah sana,” jawab Reni.
 
“Saudara saksi simpulkan keterangan Bu Putri?” tanya Febri.
 
“Layak dipercaya,” jawab Reni.
 
Febri lalu bertanya soal runutan peristiwa penembakan Joshua di Duren Tiga yang diawali dugaan peristiwa pelecehan di Magelang.
 
Ahli psikologi forensik dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia ini lalu memberikan jawaban.
 
“Jadi dari data yang kami dapatkan dan analisis kami di dalam tim, itu memang melihat ada rangkaian peristiwa yang tidak terpecah - pecah, jadi satu kesinambungan,” ujar Reni.
 
Pertama, pada saat di Magelang dan peristiwa yang diduga terjadi di Magelang diduga kuat peristiwa pelecehan seksual. Kemudian terjadi peristiwa di Saguling dan Duren Tiga.
 
“Ini menjadi satu kesinambungan perilaku yang bila diamati secara psikologis itu bersesuaian,” tutur Reni.
 
Febri Diansyah kemudian mempertanyakan soal situasi emosional Putri Candrawathi saat menjalani pemeriksaan psikologi forensik. Dia bertanya, apakah Putri bisa menggambarkan peristiwa secara objektif saat diperiksa.
 
“Apakah Bu Putri sebagai subjek dianalisis situasi emosionalnya itu akan hasilkan gambaran yang objektif?” tanya mantan juru bicara KPK ini.
 
“Kami bukan judgement pada situasi emosi. Waktu kami minta keterangan kepada Ibu PC, ada satu fase saat Ibu PC menceritakan peristiwa kekerasan seksual di Magelang itu memang ada perubahan fisiologis yang luar biasa yang dalam teori psikologi ini merupakan flashback,” ujarnya.
 
“Dia seperti mengalami kembali peristiwa traumatik yang terkait informasinya itu dan pada saat itu sedang ada akses terhadap memori tentang peristiwanya,” jawab Reni.***

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x