UU Cipta Kerja 905 Halaman vs 812 Halaman, Najwa Shihab: Bukankah Substansi tak Boleh Diubah?

- 15 Oktober 2020, 17:33 WIB
Tayangan Najwa Shihab tentang Cipta Kerja: Mana Fakta Mana Dusta
Tayangan Najwa Shihab tentang Cipta Kerja: Mana Fakta Mana Dusta /Youtube/Mata Najwa

BERITA KBB – Adanya draf naskah UU Cipta Kerja yang beredar dengan jumlah halaman yang berbeda-beda membuat publik bingung mengenai versi mana yang aslinya.

Hal itu pun menjadi topic pembahasan pada acara Mata Najwa di Trans 7 pada Rabu, 14 Oktober 2020 malam.

Dalam acara tersebut, presenter Najwa Shihab membedah perbedaan draf naskah UU Cipta Kerja yang berjumlah 905 halaman dan 812 halaman.

Baca Juga: Terganjal Proses Administrasi di Imigrasi Arab Saudi, Habib Rizieq tak Bisa Pulang ke Indonesia

Yang mengejutkan, naskah dari kedua draf tersebut juga memiliki perbedaan yang diduga substansial. Tak hanya soal buruh, tetapi juga menyangkut hal lain seperti lingkungan hidup.

Draft tersebut terdiri dari dua. Yakni draft yang disahkan dalam Rapat Paripurna Pengesahan UU Cipta Kerja. Satunya lagi draft UU Cipta Kerjayang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Bukankah naskahnya secara substansi tidak boleh berubah?" tanya Najwa Shihab seperti dikutip dari Jurnal Gaya dalam artikel Detik-detik Mata Najwa Beberkan Perbedaan Draft UU Cipkater 905 dan 812 Halaman, Salahi Aturan?.

Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi mengatakan, sesuatu aturan, DPR memiliki waktu tujuh hari sebelum draft diberikan kepada presiden.

Baca Juga: Selalu Merasa Gagal Mencapai Tujuan? Ini Tips yang Bantu Kamu Meraih Mimpi yang Sempurna

Dalam tujuh hari itu, naskah hasil rapat paripurna disesuaikan dengan hasil rapat panja. Karena harus merujuk ke panja dan catatan-catatan fraksi.

Ia pun membantah tidak adanya naskah RUU Cipta Kerja di rapat-rapat awal seperti yang dituduhkan Demokrat. Pada rapat kerja tingkat keputusan 1, naskah dibagikan dalam bentuk file.

Kemudian di akhir rapat, setiap fraksi harus menandatangani.

Melihat sejumlah perbedaan antara draft UU tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mengatakan, sistem di Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat.

Baca Juga: Tentukan Target Jangka Panjang dan Pendek untuk Raih Mimpimu

Di Indonesia, begitu disahkan DPR, presiden tinggan menandatangani UU tersebut. Itulah mengapa tidaak boleh ada perubahan lagi.

"Kalaupun ada kesempatan tujuh hari, itu untuk penyesuaian teknis, sesuai format, tidak boleh ada penambahan fakta. Bahkan tidak boleh ada tambahan titik dan koma, karena bisa mengubah konteks," tutur Zainal.

Ia melihat ada dua hal. Pertama UU dibuat tergesa-gesa. Seharusnya sebelum dibahas di rapat paripurna, semua naskah sudah beres. Kemudian di paripurna harus di bagikan pada setiap anggota DPR.

Zainal mengungkapkan, perlakuan DPR kepada UU kini tidak sakral sehingga bisa diubah. Padahal yang namanya UU itu sangat sakral. Karena dengan UU seseorang bisa dibunuh dengan sah.

Baca Juga: Begini Cara Memanfaatkan Aplikasi Tool Skin di Games Free Fire Secara Gratis !! Berikut Tahapannya

"Kesannya seakan-akan mencuci piring. Seharusnya bersih dulu lalu disajikan. Ini dibiarkan dikotori di awal, kemudian silahkan mencucinya. Betapa joroknya proses itu. Jangan salahkan publik jika akhirnya menaruh curiga pada UU tersebut," kata dia.

Malam tadi, Mata Njawa mengangkat tema, Cipta Kerja: Mana Fakta Mana Dusta. Tayangan tersebut akan tayang malam ini pukul 20.00 WIB.

Dikutip dari Instagram Mata Najwa, tema ini sengaja diambil karena polemik UU Cipta Kerja ini terus bergulir.

Baca Juga: Lirik Lagu Karena Cinta OST Anak Band SCTV dari The Junas Monkey, Lagunya Baper Banget,berikut Video

Unjuk rasa yang terjadi di sejumlah daerah menentang UU sapu jagat ini disebut akibat adanya disinformasi mengenai substansi UU Cipta Kerja, hingga tudingan adanya aktor yang memancing di air keruh.

Sementara dalam prosesnya, publik dibuat bingung dengan beredarnya sejumlah versi naskah UU Cipta Kerja yang berubah-ubah, ada yang 905 halaman, 1.035 halaman, dan 812 halaman.*** (Firmansyah/Jurnal Gaya)

Editor: Cecep Wijaya Sari

Sumber: Jurnal Gaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x