Biografi Singkat 7 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat, Nomor 5 Bobotoh Persib Wajib Tahu

- 5 November 2020, 08:21 WIB
Ilustrasi Hari Pahlawan. Diperingati setiap 10 November.
Ilustrasi Hari Pahlawan. Diperingati setiap 10 November. /https://www.freepik.com/free-vector/gradient-pahlawan-heroes-day_10345908.htm

 


BERITA KBB – Peringatan Hari Pahlawan 10 November sejatinya dimaknai untuk meneladani dan melanjutkan perjuangan para pahlawan. Tentunya, kita harus mengenal para pahlawan tersebut, termasuk para pahlawan nasional asal Jawa Barat.

Sebagaimana sejumlah daerah lainnya di Indonesia, Jawa Barat pernah mengalami masa penjajahan Belanda.

Berkat perjuangan para pahlawan, akhirnya masyarakat Jawa Barat bisa terbebas dari penjajahan tersebut. Untuk itulah, kita harus bisa menghargai jasa para pahlawan kita dengan meneladani semangat perjuangan mereka.

Baca Juga: Berikut 5 Spekulasi Hilangnya Tiga Bocah di Langkat, Salah Satunya Diduga Tersesat di Perkebunan

Di Jawa Barat, ada beberapa tokoh pahlawan nasional, di antaranya Dewi Sartika, Djuanda Kartawidjaja, dan Oto Iskandardinata.

Berikut biografi singkat para pahlawan nasional asal Jawa Barat dikutip dari situs Wikipedia.

1. Dewi Sartika

Dewi Sartika lahir dari keluarga Sunda yang ternama, yaitu R. Rangga Somanegara dan R. A. Rajapermas di Cicalengka pada 4 Desember 1884. Ketika masih kanak-kanak, ia selalu bermain peran menjadi seorang guru ketika seusai sekolah bersama teman-temannya.

Setelah ayahnya meninggal, ia tinggal bersama dengan pamannya. Ia menerima pendidikan yang sesuai dengan budaya Sunda oleh pamannya, meskipun sebelumnya ia sudah menerima pengetahuan mengenai budaya barat. Pada tahun 1899, ia pindah ke Bandung.

Baca Juga: Langsung Diantar ke Rumah, Begini Cara Membuat SIM Internasional Secara Online

Pada 16 Januari 1904, ia membuat sekolah yang bernama Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung. Sekolah tersebut kemudian direlokasi ke Jalan Ciguriang dan berubah nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri pada tahun 1910.

Pada tahun 1912, sudah ada sembilan sekolah yang tersebar di seluruh Jawa Barat, lalu kemudian berkembang menjadi satu sekolah tiap kota maupun kabupaten pada tahun 1920. Pada September 1929, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi.

Ia meninggal pada 11 September 1947 di Cineam ketika dalam masa perang kemerdekaan.

2. Djuanda Kartawidjaja

Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja (EYD: Juanda Kartawijaya lahir di Tasikmalaya, Hindia Belanda, 14 Januari 1911 – meninggal di Jakarta, 7 November 1963 pada umur 52 tahun) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir.

Baca Juga: Rebut Tiga Kota Ini, Joe Biden Bakal Jadi Presiden Amerika Serikat Ganti Donald T, Kota Mana Saja?

Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.

Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS). 

Namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara di Surabaya, Jawa Timur yaitu Bandar Udara Internasional Juanda atas jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut sehingga dapat terlaksana.

Baca Juga: Insecurity, Anda mengalaminya?

Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan raya di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, dalam taman ini terdapat Museum dan Monumen Ir. H. Djuanda. Dan namanya pun juga diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta yaitu JL. Ir. Juanda di bilangan Jakarta Pusat, dan nama salah satu Stasiun Kereta Api di Indonesia, yaitu Stasiun Juanda.

Djuanda wafat di Jakarta 7 November 1963 karena serang jantung dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.244/1963 Ir. H. Djuanda Kartawidjaja diangkat sebagai tokoh nasional/pahlawan kemerdekaan nasional.

Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikan Djoeanda di pecahan uang kertas rupiah baru NKRI, pecahan Rp50.000.

Baca Juga: Sinopsis Lava dan Kusha ANTV, Kamis 5 November 2020, Lava dan Kusha Diselamatkan Rama

3. Iwa Koesoemasoemantri

Prof. Iwa Koesoemasoemantri, S.H. lahir di Ciamis, 31 Mei 1899 – meninggal 27 November 1971 pada umur 72 tahun.

Iwa Kusumasumantri (Ejaan Soewandi), adalah seorang politikus Indonesia. Iwa lulus dari sekolah hukum di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dan Belanda sebelum menghabiskan waktu di sebuah sekolah di Uni Soviet.

Setelah kembali ke Indonesia ia membuktikan dirinya sebagai seorang pengacara, nasionalis, dan, kemudian, seorang tokoh hak-hak pekerja. Selama dua puluh tahun pertama kemerdekaan Indonesia, Iwa memegang beberapa posisi kabinet.

Baca Juga: Sinopsis Jodha Akbar ANTV Kamis 5 November 2020, Jodha Kagum Kepada Jalal Saat Bertatapan

Setelah pensiun ia melanjutkan pengabdiannya dengan terus menulis. Pada tahun 2002 Iwa dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

4. Abdullah bin Noeh

K.H. R. Abdullah Bin Noeh adalah tokoh pejuang kemerdekaan di Bogor. Lahir di Cianjur tanggal 30 Juni 1905 dan wafat di Bogor tanggal 26 Oktober 1987.

Selain sebagai tokoh pejuang kemerdekaan, Abdullah bin Noeh merupakan ulama, sastrawan, dan pendidik. Ia dikenal sebagai pendiri pesantren Al Ghozali, Bogor.

Sejak kecil mendapat pendidikan agama Islam yang sangat dari ayahnya, yakni K.H.R. Muhammad Nuh bin Muhammad Idris. Juga seorang ulama besar, pendiri Sekolah Ai’ianah Cianjur.

Baca Juga: Bansos untuk Warga Terdampak Pandemi di KBB

Dalam pengawasan ketat ayahnya ini, Abdullah kecil belajar agama dan bahasa Arab setiap hari. Sehingga dalam waktu relatif masih muda, ia sudah mampu berbicara bahasa Arab. Di samping itu mampu pula menalar kitab alfiah (kitab bahasa arab seribu bait) serta swakarsa belajar bahasa Belanda dan Inggris.

Berbekal ilmu yang telah dikuasainya itu, Abdullah bin Nuh muda mengajar di Hadralmaut School. Sekaligus menjadi redaktur majalah Hadralmaut, sebuah mingguan berbahasa Arab yang terbit di Surabaya, Jawa Timur sejak tahun 1922 hingga tahun 1926. Setelah itu ayahnya mengirim Abdullah untuk menimba ilmu di Fakultas Syariah Universitas AI-Azhar, Kairo, Mesir.

Setelah dua tahun lamanya Abdullah belajar di Al-Azhar, Kairo, Mesir, ia kembali ke tanah air dan aktif mengajar di Cianjur serta Bogor. Hal itu dilakukannya sejak tahun 1928 hingga tahun 1943.

Baca Juga: Program Ajengan Masuk Sekolah Bentuk Karakter Generasi Muda yang Kuat Iman dan Takwanya

5. Otto Iskandardinata

Raden Otto Iskandardinata lahir di Bandung, Jawa Barat, 31 Maret 1897 – meninggal di Mauk, Tangerang, Banten, 20 Desember 1945 pada umur 48 tahun. Ia adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia mendapat nama julukan si Jalak Harupat, yang kini nama tersebut diabadikan menjadi nama stadion di Kabupaten Bandung, yang sering jadi tempat berlaga Persib Bandung.

Otto Iskandardinata lahir pada 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ayah Otto adalah keturunan bangsawan Sunda bernama Nataatmadja. Otto adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara.

Otto menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung, kemudian melanjutkan di Kweekschool Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) Bandung, serta di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah.

Baca Juga: 7 Bimbel Terbaik dan Favorit di Indonesia, Ada GO, SSC, Bintang Pelajar, dll

Setelah selesai bersekolah, Otto menjadi guru HIS di Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada bulan Juli 1920, Otto pindah ke Bandung dan mengajar di HIS bersubsidi serta perkumpulan Perguruan Rakyat.

Otto Iskandardinata diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. Sebuah monumen perjuangan Bandung Utara di Lembang, Bandung bernama "Monumen Pasir Pahlawan" didirikan untuk mengabadikan perjuangannya. Nama Otto Iskandardinata juga diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia.

6. Syafruddin Prawiranegara

Mr. Syafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911 – meninggal di Jakarta, 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun.

Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Wakil Perdana Menteri dan pernah menjabat sebagai Ketua (setingkat presiden) Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Baca Juga: Sinopsis 'Bawang Putih Berkulit Merah', Kamis 5 November 2020, Adhiguna Kena Serangan Jantung

Ia menerima mandat dari presiden Soekarno ketika pemerintahan Republik Indonesia yang kala itu beribu kota di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda akibat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.

Ia kemudian menjadi Perdana Menteri bagi kabinet tandingan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Tengah tahun 1958.

7. Wiranatakoesoema

Wiranatakoesoema, juga dieja Wiranatakusuma atau Wiranatakoesoemah, adalah nama sejumlah Bupati Bandung pada masa Hindia Belanda.

Berikut daftar nama para Bupati Bandung di zaman kolonial.

• 1763 - 1794: Tumenggung Anggadiredja III atau Wiranatakoesoema I
• 1794 - 1829: R.A.A. Wiranatakoesoema II
• 1829 - 1846: R.A.A. Wiranatakoesoema III
• 1846 - 1874: R.A.A. Wiranatakoesoema IV
• 1920 - 1931: R.A.A. Wiranatakoesoema V
• 1935 - 1945: R.A.A. Wiranatakoesoema V (masa jabatan kedua)
• 1948 - 1956: Raden Tumenggung Male Wiranatakoesoema VI.***

 

Editor: Cecep Wijaya Sari


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x