Kutuk keras Oknum Polisi Pelanggar Kemerdekaan Pers, PWI Pusat Minta Kapolri Usut Tuntas

10 Oktober 2020, 09:26 WIB
Persatuan Wartawan Indonesia ( sumber foto dari PWI Jabar /

 

 

BERITA KBB- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mengutuk keras tindakan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap para jurnalis yang meliput unjuk rasa penolakan Undang Undang Cipta Kerja.  Padahal, wartawan dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi oleh Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.  

 
Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari mengatakan, UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers. 

"Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Di mana, pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers," jelasnya dalam siaran pers, Jumat 9 Oktober 2020.

Baca Juga: Link Live Streaming, FTV pagi Sabtu 10 Oktober 2020, Toko Bangunan Secret Love, Sedang Berlangsung

Baca Juga: Jadwal Acara Trans TV, Trans 7, SCTV, Sabtu 10 Oktober 2020, ada FTV dan Bioskop Spesial

Oleh karena itu, pihak manapun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.

"Dalam Peraturan Dewan Pers diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya dan apalagi sampai dibunuh," kata Atal S Depari.  

Atal S. Depari mengatakan, jika wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik maka seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum. Maka tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi anti UU Cipta Kerja merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers. 

"Perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers tapi juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Tegasnya, ini merupakan pelanggaran sangat serius," ujarnya.

Baca Juga: Yuk, Nonton Teater Kebudayaan Minang dari Rumah

Baca Juga: Doni Monardo: Gunakan Kearifan Lokal untuk Sosialisasikan Protokol Kesehatan

Untuk itu, PWI Pusat meminta Kepala Polri Jenderal Idham Azis mengusut tuntas dan segera melakukan langkah hukum terhadap oknum polisi yang sudah menghambat, menghalangi tugas wartawan dengan melakukan perusakan, perampasan, dan penganiayaan kepada wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja.

"Termasuk memberikan sanksi kepada oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan tersebut," kata Atal S. Depari. 

Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi menambahkan, kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja bukan hanya terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan dari PWI-PWI di daerah hal yang sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa provinsi lain.

Baca Juga: Tes Swab Gratis, Bagi Warga yang Kontak Erat dengan Pasien Positif Covid-19

"Kami mengimbau pimpinan Polri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan bagaimana seharusnya menghadapi pers. Sehingga mereka paham bagaimana menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi," tutur Mirza.

Sebelumnya, wartawan Merahputih.com, Ponco Sulaksono sempat hilang saat meliput aksi unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di Gambir, Jakarta Pusat pada hari Kamis 8 Oktober 2020, hingga akhirnya ditemukan ikut diamankan oleh aparat Kepolisian.

Setelah sekitar 1×24 jam, akhirnya Ponco dibebaskan oleh Polisi setelah dilakukan berbagai proses identifikasi dan pemeriksaan lainnya terkait dengan adanya aksi unjuk rasa itu.***

Editor: Miradin Syahbana Rizky

Tags

Terkini

Terpopuler