Bacakan Pledoi, Ferdy Sambo Merasa Tak Ada Ruang Sedikitpun Untuk Membela Diri

- 25 Januari 2023, 07:40 WIB
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Sidang tersebut beragenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa.
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Sidang tersebut beragenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa. /ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay./ANTARA FOTO
  
 
BERITA KBB - Terdakwa Ferdy Sambo mengaku sempat ingin memberikan judul nota pembelaan atau pledoinya ‘Pembelaan yang Sia - Sia’.
 
Hal itu lantaran Sambo putus asa untuk mendapatkan keadilan dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
 
Hal itu ia sampaikan dalam pembacaan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa 24 Januari 2023.
 
 
“Nota pembelaan ini awalnya hendak saya beri judul: ‘Pembelaan yang Sia - sia’ karena di tengah hinaan, caci - maki, olok - olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak terhadap saya dan keluarga dalam menjalani pemeriksaan dan persidangan perkara ini, acap kali membawa saya dalam keputusasaan dan rasa frustasi,” ujar Ferdy Sambo.
 
Bahkan, eks Kadiv Propam Polri itu sebut berbagai tuduhan bahkan vonis telah dijatuhkan kepadanya sebelum adanya putusan dari Majelis Hakim.
 
“Rasanya tidak ada ruang sedikitpun untuk menyampaikan pembelaan, bahkan sepotong katapun tidak pantas untuk didengar apa lagi dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti saya,” ujar Ferdy Sambo.
 
Ia mengatakan, selama 28 tahun bekerja sebagai aparat penegak hukum dan menangani berbagai perkara kejahatan termasuk pembunuhan, Sambo mengaku belum pernah menyaksikan tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana yang ia alami hari ini.
 
“Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa,” ujarnya.
 
 
Selain itu, kata dia, media framing dan produksi hoaks terhadapnya sebagai terdakwa dan keluarga secara intens terus dilancarkan sepanjang pemeriksaan.
 
“Berikut tekanan massa baik di dalam maupun di luar persidangan yang kemudian telah mempengaruhi persepsi publik, bahkan mungkin mempengaruhi arah pemeriksaan perkara ini mengikuti kemauan sebagian pihak, termasuk juga mereka yang mencari popularitas dari perkara yang tengah saya hadapi,” ujar Sambo.
 
Ia mengaku tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi. Padahal menurutnya, prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara.
 
“Demikian pula prinsip ‘praduga tidak bersalah’ (presumption of innocent) yang seharusnya ditegakkan berdasarkan Artikel. 11 Deklarasi Universal Hak Asasi - Asasi Manusia, Artikel. 14 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), serta penjelasan umum butir ketiga huruf c KUHAP, demikian pula Pasal 8 ayat (1) Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa setiap orang yang dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya,” ujar Sambo.***

Editor: Siti Mujiati

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x